Manajemen Mutu

I.      MUTU

1.    Pengertian Mutu

a.    Filosofi
Menurut Juran (1993) mutu ialah kecocokan penggunaan produk dan kepuasan pelanggan.
Menurut Crosby (1979 :58) mutu ialah sesuai dengan yang disyaratkan auat distandarkan.
Menurut Deming (1982 :176) mutu ialah kesesuaian dengan kebutuhan pasar atau konsumen, perusahaan yang bnermutu ialah perusahaan yang menguasai pangsa pasar karena hasil produksinya sesuai dengan kebutuhan konsumen.
Menurut Feign baum (1986:7) mutu adalah kepuasan pelanggan sepenuhnya.
Sedangkan menurut Garvi dan Davis (1994) mutu ialah suati kondidim dinamik yang berhubungan dengan produk,tenaga kerja,proses, dan tugas serta lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan pelanggan. 

b.    Definisi
Mutu adalah ukuran relatif dari kebendaan. Mendefinisikan mutu dalam rangka kebendaan sangat umum sehingga tidak menawarkan makna oprasional. Secara oprasional mutu produk atau jasa adalah sesuatu yang memenuhi atau melebihi ekspektasi pelanggan. Sebenarnya mutu adalah kepuasan pelanggan. Ekspektasi pelanggan bisa dijelaskan melalui atribut-atribut mutu atau hal-hal yang sering disebut sebagai dimensi mutu. Oleh karena itu, mutu produk atau jasa adalah sesuatu yang memenuhi atau melebihi ekspektasi pelanggan dalam delapan dimensi mutu. Empat dimensi pertama menggambarkan atribut atribut mutu penting, tetapi sulit mengukurnya. Delapan dimensi mutu adalah (Hansen dan Mowen, 1994: 433-434):
1. Kinerja (Performance), merupakan tingkat konsistensi dan kebaikan fungsi-fungsi produk
2. Estetika (Aesthetic), berhubungan dengan penampilan wujud produk
3. Kemudahan perawatan dan perbaikan (service ability), berhubungan dengan tingkat kemudahan merawat dan memperbaiki produk
4. Keunikan (features), menunjukan karakteristik produk yang berbeda secara fungsional dari produk sejenis.
5. Reliabilitas (Reliability), berhubungan dengan probabilitas produk dan  jasa menjalankan fungsi dimaksud dalam jangka waktu tertentu.
6. Durabilitas (Durability), menunjukan umur manfaat dari fungsi produk.
7. Tingkat kesesuaian (Quality of conformance), menunjukan ukuran mengenai apakah
sebuah produk atau jasa telah memenuhi spesifikasinya.
8. Pemanfaatan (fitness of use), menunjukan kecocokan dari sebuah produk menjalankan fungsi-fungsi sebagaimana yang diiklankan.
Definisi lain yang diungkapkan oleh Juran dan Gryna adalah fitness for use (kepuasan guna). Bagi konsumen mutu berarti kemudahan dalam memperoleh barang , keamanan dan kenyamanan dalam mempergunakan serta dapat memenuhi selera (Juran and Gyrna, 1980: 1-2).
Definisi yang hampir serupa diungkapkan oleh Arrmand V. Feigenbaum serta Supriono. Menurut Armand V. Feigenbaum (1989: 7) mutu adalah keseluruhan gabungan karakteristik produk dan jasa dari pemasaran rekayasa, pembikinan dan pemeliharaan yang membuat produk dan jasa yang digunakan untuk memenuhi harapan-harapan pelanggan. Sedangkan menurut Supriono (2002: 377), mutu adalah tingkat baik buruknya sesuatu.
Mutu dapat didefinisikan sebagai tingkat keunggulan. Jadi mutu adalah ukuran relatif kebaikan. Secara operasional, produk bermutu adalah produk-produk yang memenuhi harapan pelanggan. Tidak ada definisi mutu yang dibuat secara universal namun dari definisi-definisi yang diungkapkan para pakar mutu terdapat kesamaaan. Mutu adalah ukuran yang dibuat oleh konsumen atas produk dilihat dari segala dimensi, untuk memenuhi tuntutan kebutuhan, keamanan, kenyamanan serta kemudahan konsumen.

c.    Atribute
Kramer dan Twigg (1983) mendefinisikan mutu sebagai gabungan karakteristik atau atribut organoleptik yang memberikan identitas khusus suatu produk (warna, tekstur, rasa, atau flavor). Amerine et al (1965) menyatakan bahwa mutu merupakan karakteristik/keistimewaan menyeluruh suatu produk yang menunjukkan kemampuannya memenuhi kebutuhan.
ISO – 9000 mendefinisikan mutu sebagai derajat dari serangkaian karakteristik produk atau jasa yang memenuhi kebutuhan atau harapan yang dinyatakan atau diwajibkan (Suardi, 2001). ISO menambahkan kata diwajibkan untuk menitikberatkan bahwa mutu produk, selain bertujuan memenuhi keinginan konsumen, juga harus memperhatikan standar yang dibuat atau ditetapkan oleh negara. Menurut definisi tersebut, mutu tidak ditentukan oleh satu atau dua karakteristik saja, tetapi merupakan gabungan keseluruhan karakteristik, termasuk karakteristik nonfungsional produk.

2.    Tujuan Pendekatan Mutu (Approach Quality)
Tujuan pendekatan mutu agar dapat berkembang sekaligus stabil sangat diperlukan, sebab mutu sangatlah penting bagi perusahaan karena dapat mempengaruhi :
1. Reputasi perusahaan
Perusahaan atau organisasi yang telah menghasilkan suatu produk dan jasa yang bermutu akan mendapat predikat sebagai organisasi yang mengutamakan mutu. Olehkarena itu, perusahaan atau organisasi itu dikenal oleh masyarakat luas dan
mendapat nilai “lebih” di mata masyarakat. Karena nilai “lebih” itulah maka perusahaan atau organisasi tersebut dipercaya oleh masyarakat.
2. Penurunan biaya
Dalam paradigma lama, untuk menghasilkan suatu produk bermutu selalu membawa dampak pada peningkatan biaya. Suatu produk yang bermutu selalu identik dengan harga mahal. Hal ini jelas terjadi karena penghasil produk atau jasa
tersebut masih menganut paradigama lama, dan membuat produk dan jasa dengan tidak melihat kebutuhan konsumen. Produk yang dihasilakan tersebut dibuat sesuai dengan kemampuan perusahaan, sehingga standar mutu yang digunakan juga hanya ditetapkan oleh pihak perusahaan. Kondisi demikian membuat produk dan jasa yang dihasilkan tidak laku terjual karena konsumen tidak menginginkannnya. Sementara paradigm baru mengatakan bahwa untuk menghasilkan produk atau jasa yang bermutu perusahaan atau organisasi tidak perlunya mengeluarkan biaya tinggi. Hal ini disebabkan perusahaan atau organisasi tersebut berorientasi pada costumer satisfaction, yaitu dengan mendasarkan jenis, tipe, waktu dan jumlah produk yang dihasilkan sesuai dengan kebutuhan dan harapan pelanggan. Dengan demikian tidak ada pemborosan yang terjadi dan harus dibayar mahal oleh perusahaan atau organisasi tersebut. Sehingga pendapat bahwa “quality has no cost” dapat dicapai dengan tidak menghasilkan produk dan jasa yang tidak dibutuhkan pelanggan.
3. Peningkatan pangsa pasar
Pangsa pasar akan meningkat bila minimalisasi biaya tercapai, sehingga harga dapat ditekan namun mutu tetap terjadi yang terutama. Hal-hal inilah yang mendorong konsumen untuk membeli dan membeli produk atau jasa tersebut sehingga pangsa pasar meningkat.


4. Pertanggungjawaban produk
Dengan semakin meningkatnya mutu produk atau jasa yang dihasilkan, maka organisasi atau perusahaan akan Nampak semakin bertanggungjawab terhadap design, proses dan pendistribusian produk tersebut untuk memenuhi kebutuhan dan harapan pelanggan. Selain itu, pihak perusahaan atau organisasi tidak perlu lagi mengeluarkan biaya yang begitu besar hanya untuk memberikan jaminan terhadap produk atau jasa yang ditawarkan tersebut.
5. Dampak internasional
Bila kita mampu menawarkan produk atau jasa bermutu, maka selain dikenal di pasar lokal, produk atau jasa yang kita tawarkan juga akan dikenal dan diterima di
pasar internasional. Hal ini akan menimbulkan kesan yang baik terhadap perusahaan atau organisasi yang menghasilakjan produk atau menawarkanjasa yang bermutu tersebut.
6. Penampilan produk dan jasa
Mutu akan membuat produk atau jasa dikenal, dan hal ini akan membuat perusahaan atau organisasi yang menghasilkan produk atau menawarkan jasa juga dikenal dan dipercaya masyarakat luas. Dengan demikian tingkat kepercayaan pelanggan dan masyarakat Biaya umumnya akan bertambah dan organisasi atau perusahaan tersebut akan lebih dihargai. Hal ini akan menimbulkan fanatisme tertentu dari para konsumen produk apapun yang ditawarkan oleh perusahaan atau organisasi tersebut.
7. Mutu yang dirasakan
Persaingan yang saat ini bukan lagi masalah harga melainkan mutu produk. Hal inilah yang mendorong konsuimen untuk mau membeli produk atau barang dengan hatga tinggi namun bermutu tinggi pula. Tetapi mutu mempunyai banyak dimensi yang bersifat subyektif. Sebagai produsen kita dituntut untuk mampu memenuhi kebutuhan dan harapan pelanggan dan mampu menerjemahkan apa yang menjadi kebutuhan dan harapan mereka. Oleh karena itu, apa yang dimaksud dengan mutu bukan hanya mutu produk itu sendiri, melainkan mutu secara menyeluruh.

3.    Dimensi Mutu (Perceived Quality)
Mutu tidak ditentukan oleh suatu atribut atau dimensi tunggal dari suatu produk atau jasa, tetapi ditentukan oleh beberapa atribut yang dikenal sebagai dimensi mutu. Menurut M.N. Nasution, terdapat 8 (delapan) dimensi mutu yang memengaruhi mutu dari suatu produk adalah sebagai berikut:
1) Kinerja (Performance) Berkaitan dengan aspek fungsional dari produk dan merupakan karakteristik utama yang dipertimbangkan pelanggan, ketika ingin membelisuatu produk.
2) Ciri khas (Features) Merupakan aspek kedua dari kinerja yang menambah fungsi dasar, berkaitan dengan pilihan-pilihan dan pengembangannya.
3) Keandalan (Retiabitity) Berkaitan dengan kemungkinan suatu produk berfungsi secara berhasil dalam periode waktu tertentu di bawah kondisi tertentu. Dengan demikian, keandalan merupakan karakteristik yang merefleksikan kemungkinan tingkat keberhasilan dalam penggunaan suatu produk.
4) Konformitas (Conformance) Berkaitan dengan tingkat kesesuaian produk terhadap spesifikasi yang telah ditetapkan sebelumnya berdasarkan keinginan pelanggan
5) Daya tahan (Durabitity) Merupakan ukuran masa pakai suatu produk Karakteristik ini berkaitan dengan daya tahan dari suatu produk.
6) Kemampuan pelayanan (Seruice Ability) Merupakan karakteristik yang berkaitan dengan kecepatan atau kesopanan, kompetensi, kemudahan, serta akurasi dalam perbaikan.
7) Estetika (Aesfhefics) Merupakan karakteristik mengenai keindahan yang bersifat subjektif, sehingga berkaitan dengan pertimbangan pribadi dan refleksi dari preferensi atau pilihan individual
8) Kualitas yang dipersepsikan (perceived euality) Bersifat subjektif berkaitan dengan perasaan pelanggan dalam mengonsumsi produk, seperti meningkatkan harga diri. Hal ini juga berupa karakteristik yang berkaitan dengan reputasi.

4.    Perspektif Mutu ( Trencendental Approach)
Russel (dalam Purnama, 2006:14-15) menyatakan terdapat dua perspektif dalam mendefinisikan mutu.
a.     Perspektif pertama, Producer’s perspective. Menurut perspektif ini kualitas produk dikaitkan dengan standar produksi dan biaya. Artinya produk dinilai berkualitas jika memiliki kesesuaian terhadap spesifikasi dan memenuhi persyaratan biaya.
b.      Perspektif kedua, Consumer’s perspective. Menurut perspektif ini kualitas produk dikaitkan dengan desain dan harga. Artinya kualitas produk dilihat dari karakteristik kualitas dan harga yang ditentukan. Menurut kedua perspektif tersebut, kualitas produk dapat tercipta jika terjadi kesesuaian antara perspektif produsen dengan perspektif konsumen yang disebut dengan kesesuaian untuk digunakan (fitness for consumer use).
Perspektif Pengertian MutuSumber: Russel (dalam Purnama, 2006:15)
Gambar 1.1.
Perspektif Kualitas Menurut Russel

Garvin (dalam Sower, 1999) menyatakan terdapat lima perspektif dalam mendefinisikan mutu.
a.     Perspektif pertama, Transcendent Definition (Relative Quality). Perspektif ini mengungkapkan quality is universally recognizable, it is related to a comparison of features and characteristic of products. Dijelaskan Purnama (2006:11) perspektif ini dikembangkan dari filosofi dan meminjam diskusi Plato tentang kecantikan. Menurut sudut pandang kecantikan, quality is innate excellent. Oleh karena itu kualitas sangat subjektif, sulit didefinisikan, dan digambarkan secara konkrit, tetapi dapat dirasakan dan diekspresikan. Perspektif ini biasanya digunakan untuk menggambarkan kualitas produk seni. Ungkapan persetujuan terhadap kualitas biasanya diwujudkan dalam ekspresi kegembiraan, kegirangan, maupun antusias yang besar. Perspektif ini kemudian dipakai untuk mempromosikan produk yang bisa membawa ke suasana senang dan bahagia, misalnya untuk department store dipromosikan sebagai tempat belanja yang menyenangkan, mobil dengan interior yang elegan, dan produk perawatan kulit yang bisa membuat cantik. Definisi mutu menurut perspektif ini antar lain dikemukakan pakar berikut. Pirsig (1984:185-213) mengemukakan “quality is neither mind nor matter, but a third entity independent of the two…even through quality cannot be defined, you know what it is”. Tuchman (1980:38) menjelaskan “…condition of excellence implying fine quality as distinct from poor quality … quality is achieving or reaching for the highest standard as against begin satisfied with the sloppy or fraudulent.”
b.     Perspektif kedua, Product-Based Definition. Perspektif ini mengungkapkan quality is a precise and measurable variable. Difference in quality reflect differences in quantity of some product attribute. Dijelaskan Purnama (2006:11) kualitas produk didasarkan pada pengukuran dari beberapa atribut yang melekat pada produk dilakukan dengan mengubah atribut yang bersifat kualitatif menjadi kuantitatif, sehingga ukuran kualitas bisa dihitung dan diperbandingkan satu dengan yang lain. Definisi mutu menurut perspektif ini antar lain dikemukakan pakar berikut. Abbott. L. (1955: 126-127) mengemukakan “Differences in quality amount to differences in the quality of some desired ingredient or attribute”. Leifler, K.B. (1982:956) menyatakan “Quality refers to the amounts of the un-priced attributes contained in each unit of the priced attribute.”
c.      Perspektif ketiga, User-Based Definition. Perspektif ini mengungkapkan quality is fitness for intended use. Dijelaskan Nasution (2005:6) perspektif ini didasarkan pada pemikiran bahwa kualitas tergantung pada orang yang menggunakannya, dan produk yang paling memuaskan preferensi seseorang merupakan produk yang berkualitas paling tinggi. Perspektif yang subjektif dan demand-oriented ini juga menyatakan bahwa pelanggan yang berbeda memiliki kebutuhan dan keinginan yang berbeda pula, sehingga kualitas bagi seseorang adalah sama dengan kepuasan maksimum yang dirasakannya.Definisi mutu menurut perspektif ini antar lain dikemukakan pakar berikut. Edwards C. D. (1968:37) mengemukakan “Quality Consists of the capacity to satisfy wants.” Gilmore, H.L. (1974:16) mengemukakan “Quality is the degree to which a specific product satisfies the wants of a specific consumer.” Dortman, R. dan Steiner, P.O. (1954:831) mengemukakan “Quality is any aspect of a product, including the services included in the contract of sales, which influences the demand curve.” Keuhn A.A. dan Day, R.L. (1954:831) mengemukakan “In the final analysis of the marketplace, the quality of a product depends on how well it fits patterns of consumer preferences.” Maynes, E.S. (1976:542) mengemukakan “Quality consists of the extent to which a specimen [a product-brand-model-seller combination] possesses the service characteristics you desire.” Juran, J.M. (1951:2) mengemukakan “Quality is fitness for use.”
d.     Perspektif keempat, Manufacturing-Based Definition. Perspektif ini mengungkapkan quality is conformance to specifications. Dijelaskan Purnama (2006:11) perspektif ini menggunakan dasar ukuran atau standar yang ditentukan oleh pemanufaktur. Produk dikatakan berkualitas jika memenuhi spesifikasi yang telah ditentukan oleh pemanufaktur. Definisi menurut perspektif ini berfokus pada aspek internal yang berbasis Statistical Quality Control. Dengan demikian menurut Nasution (2005:7) yang menentukan kualitas adalah standar-standar yang ditetapkan perusahaan, bukan konsumen yang menetapkannya. Definisi mutu menurut perspektif ini antar lain dikemukakan pakar berikut. Crosby, P.B. (1984:15) mengemukakan “Quality [means] conformance to requirements.” Gilmore (1974:16) mengemukakan  “Quality is the degree to which a specific product conforms to a design or specification.”

e.     Perspektif kelima, Value-Based Definition. Perspektif ini mengungkapkan quality is defined in terms of cost and prices. A quality product is one that provides performance at an acceptable price or conformance at an acceptable cost. Dijelaskan Nasution (2005:7) kualitas dalam perspektif ini bersifat relatif, sehingga produk yang memiliki kualitas paling tinggi belum tentu optimal yang paling bernilai. Akan tetapi, yang paling bernilai adalah produk atau jasa yang paling tepat dibeli (best-buy). Definisi mutu menurut perspektif ini antar lain dikemukakan pakar berikut. Broh, R.A. (1982:1) mengemukakan “Quality is the degree of excellence at an acceptable price and the control of variability at an acceptable cost”. Feigenbaum, A.V. (1991:1) mengemukakan “Quality means best for certain customer conditions. These conditions are (a) the actual use and (b) the selling price of the product”.

5.    Faktor – faktor yang mempengaruhi mutu
Feigenbaum menyebutkan bahwa mutu produk dan jasa secara langsung dipengaruhi oleh sembilan faktor, antara lain (Feigenbaum, 1989: 54-56) :
1. Market (Pasar)
     Jumlah produk baru dan lebih baik yang ditawarkan di pasar terus tumbuh pada laju eksplosif. Pasar menjadi lebih luas ruang lingkupnya dengan menyediakan produk yang lebih baik, dan secara fungsional lebih terspesialisasi di dalam barang dan jasa yang ditawarkan.
2. Money (Uang)
    Meningkatnya persaingan di dalam banyak bidang bersamaan dengan fluktuasi ekonomi dunia telah menurunkan batas marjin laba. Bersamaan dengan itu, kebutuhan akan otomatisai memaksa perusahaan mengeluarkan biaya besar untuk investasi peralatan. Biaya mutu yang berkaitan denga pemeliharaan dan perbaikan mutu perlu diturunkan untuk memperbaiki laba.
3. Management (Manajemen)
    Tanggung jawab atas mutu produk yang sebelumnya ada pada mandor dan teknisi, kini telah didistribusikan kepada para manajemen sesuai dengan bidangnya. Sebagai contoh, kini manajemen pemasaran bertugas membuat persyaratan produk, yang dulu menjadi tugas mandor. 
4. Man (Manusia)
    Bertumbuhnya pengetahuan dan penciptaan bidang-bidang baru telah menciptakan permintaan yang besar akan pekerja dengan pengetahuan yang khusus. Dan hal ini akan menciptakan suatu permintaan akan ahli teknik sistem untuk bersama-sama merencanakan, menciptakan, dan mengoperasikan sistem yang akan menjamin hasil yang dinginkan.


5. Motivation (Motivasi)
    Penelitian tentang motivasi manusia menunjukkan bahwa sebagai tambahan hadiah uang, para pekerja masa kini memerlukan sesuatu yang memperkuat rasa keberhasilan di dalam pekerjaan mereka dan pengakuan yang positif bahwa mereka secara pribadi memberikan sumbangan atas tercapainya tujuan perusahaan.
6. Materials (Bahan)
    Para ahli teknik memperketat spesifikasi dan keanekaragaman bahan daripada sebelumnya untuk menekan biaya produksi dan memenuhi persyaratan mutu.
7. Machines and mechanization (Mesin dan mekanisasi)
    Usaha untuk mencapai penurunan biaya dan volume produksi untuk memuaskan pelanggan dalam pasar yang bersaing ketat telah mendorong penggunaan perlengkapan pabrik yang lebih rumit dan jauh lebih bergantung pada mutu bahan yang dimasukkan ke dalam mesin tersebut. Mutu yang baik menjadi sebuah faktor yang kritis dalam memelihara waktu kerja mesin agar fasilitasnya dapat dimanfaatkan sepenuhnya.
8. Modern information methods (Metode informasi modern)
    Evolusi teknologi yang cepat telah membuka kemungkinan untuk mengumpulkan, menyimpan, mengambil kembali, dan memanipulasi informasi pada skala yang tidak terbayangkan sebelumnya. Hal tersebut memberi kemampuan untuk memberikan informasi yang lebih bermanfaat, akurat, tepat waktu dan ramalan yang mendasari keputusan bisnis masa depan.
9. Mounting product requirements (Persyaratan proses produksi)
    Meningkatnya kerumitan dan persyaratan prestasi yang lebh tinggi bagi produk telah menekankan pentingnya keamanan produk. Perhatian yang konstan harus diberikan untuk meyakinkan bahwa tidak ada faktor yang diketahui atau tidak diketahui, memasuki proses untuk menurunkan keterandalan komponen atau sistem.

6.    Advantages of Quality
Ada tiga jenis mutu yang diakui menurut Leviene Ramsey dan Berenson (Atkinson,et al.,1995: 48):
1. Quality of design (mutu rancangan)
Mutu rancangan merupakan sebuah fungsi dari berbagai spesifikasi produk. Mutu
rancangan berbeda-beda antara produk yang satu dengan yang lain.



2. Quality of conformance (mutu kesesuaian)
Mutu kesesuaian adalah ukuran mengenai bagaimana mutu produk memenuhi berbagai persyaratan/spesifikasi yang telah dirancang . Dengan kata lain tingkat optimal dicapai pada tingkat kesesuaian 100%.
3. Quality of performance (mutu kinerja)
Mutu kinerja adalah kemampuan perusahaan mempertahankan tingkat kesesuaian dalam jangka panjang. Supriono hanya mengakui dua dari tiga jenis mutu yang diungkapkan oleh Leviene Ramsey dan Berenson, dua jenis mutu yang diakui oleh Supriono,
yakni :
1. Mutu Rancangan (Quality of design)
Mutu Rancangan adalah suatu fungsi berbagai spesifikasi produk. Mutu rancangan merupakan nilai yang dirumuskan menurut tingkatannya. Mutu yang lebih tinggi tidak selalu merupakan mutu yang lebih baik. Suatu produk yang terlampau canggih karena tidak mengindahkan kebutuhan konsumen akan memiliki kelebihan mutu, dan akan menjadi terlampau mahal untuk bersaing. Teknologi pengendalian dan pembuatan yang tersedia harus dipertimbangkan dengan seksama dalam menetapkan sasaran mutu rancangan. mutu rancangan yang lebih tinggi biasanya ditunjukkan oleh dua hal yaitu : tingginya biaya pemanufakturan dan tingginya harga jual.
2. Mutu Kesesuaian (Quality of conformance)
Mutu kesesuaian adalah suatu ukuran mengenai bagaimana suatu produk memenuhi berbagai persyaratan atau spesifikasi. Jika suatu produk memenuhi semua spesifikasi rancangan, produk tersebut cocok digunakan. Sebuah produk yang dibuat tepat sebagaimana didseain sejak awal adalah produk yang baik, dan produk yang tidak memenuhi standar desainnya adalah cacat.

II.    MANAJEMEN MUTU

1.    Filosofi Manajemen Mutu Penyelenggaraan Makanan (PM)
Manajemen system penyelanggaraan makanan adalah menurut Depkes (2003) menjelaskan bahwa penyelenggaraan makanan adalah rangkaian kegiatan mulai dari perencanaan menu sampai dengan pendistribusian makanan kepada konsumen dalam rangka pencapaiana status yang optimal melalui pemberian makanan yang tepat dan termasuk kegiatan pencatatan, pelaporan, dan evaluasi bertujuan untuk mencapai status kesehatan yang optimal melalui pemberian makan yang tepat.  Oleh karena itu, penyelenggaraan makanan perlu menerapkan unsur ilmu manajemen agar hasil yang dicapai sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.

2.    Pengertian Manajemen
Secara etimologis kata manajemen berasal dari bahasa Perancis Kuno ménagement, yang berarti seni melaksanakan dan mengatur. Sedangkan secara terminologis para pakar mendefinisikan manajemen secara beragam, diantaranya:
Follet yang dikutip oleh Wijayanti (2008: 1) mengartikan manajemen sebagai seni dalam menyelesaikan pekerjaan melalui orang lain. Menurut Stoner yang dikutip oleh Wijayanti (2008: 1) manajemen adalah proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan usaha-usaha para anggota organisasi dan penggunaan sumber daya-sumber daya manusia organisasi lainnya agar mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan.  Gulick dalam Wijayanti (2008: 1) mendefinisikan manajemen sebagai suatu bidang ilmu pengetahuan (science) yang berusaha secara sistematis untuk memahami mengapa dan bagaimana manusia bekerja bersama-sama untuk mencapai tujuan dan membuat sistem ini lebih bermanfaat bagi kemanusiaan.

3.    Definisi Manajemen
Manajemen merupakan usaha yang dilakukan secara bersama-sama untuk menentukan dan mencapai tujuan-tujuan organisasi dengan pelaksanaan fungsi-fungsi perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), pelaksanaan (actuating), dan pengawasan (controlling). Manajemen merupakan sebuah kegiatan; pelaksanaannya disebut manajing dan orang yang melakukannya disebut manajer.

4.    Komponen / unsur Manajemen
Manajemen dibutuhkan setidaknya untuk mencapai tujuan, menjaga keseimbangan di antara tujuan-tujuan yang saling bertentangan, dan untuk mencapai efisiensi dan efektivitas. Manajemen terdiri dari berbagai unsur, yakni man, money, method, machine, market, material dan information.  
1) Man            : Sumber daya manusia;
2) Money       : Uang yang diperlukan untuk mencapai tujuan;
3) Method      : Cara atau sistem untuk mencapai tujuan;
4) Machine    : Mesin atau alat untuk berproduksi;
5) Material     : Bahan-bahan yang diperlukan dalam kegiatan;
6) Market        : Pasaran atau tempat untuk melemparkan hasil produksi;
7) Information : Hal-hal yang dapat membantu untuk mencapai tujuan.

5.    Manajemen Mutu (PDCA)
Dalam pengendalian mutu, kegiatan peningkatan mutu pada dasarnya menerapkan siklus PDCA (Plan, Do, Check, Action) yang dikembangkan melalui teknik dan langkah pemecahan masalah. Penerapan teknik ini bertujuan untuk mencapai efisiensi dan efektivitas dalam peningkatan mutu. Konsep PDCA ini sering dikenal dengan konsep Roda Deming (Deming's Cycle), diperkenalkan oleh Dr. Deming, seorang pakar di bidang mutu yang berhasildalam memimpin revolusi mutu Jepang. Siklus PDCA ini selalu dimulai dengan kegiatan perencanaan.
a.    Plan (rencana) Di dalam rencana tersebut dijelaskan target (tujuan)yang ingin dicapai dan metode pencapaian tujuan. Akan sangat menyulitkan untuk mengetahui adanya penyimpangan, apabila dari semula tidak ditetapkan atau tidak diketahui apa yang dijadikan sasaran. Bahkan dapat saja dikatakan tidak ada penyimpangan, karena memang tidak ada sasaran yang jelas. Sasaran yang telah dijabarkan, tidak ada adinya bila tidak disertai petunjuk bagaimana mencapainya dan siapa saja yang bertanggung jawab. Berarti untuk mencapai kesempurnaan sasaran tersebut, harus disertai pula dengan prosedur operasi yang jelas.
b.    Do (laksanakan) Sasaran yang telah ditetapkan harus dimengerti oleh pelaksana agar tidak terjadi salah penafsiran. Peran penyelia (pemimpin) sangat diperlukan dalam memberikan pelatihan maupun pengarahan bagi pelaksana agar penerapan selaras dengan rencana.
c.    Check (periksa) Pemimpin (penyelia) tidak sekadar memberi perintah dan melakukan program pelatihan pada bawahan, tetapi juga bertanggung jawab memeriksa hasil kerja. Masalah timbul apabila ada suatu penyimpangan standar. Hal initerjadi karena standar dan peraturan selalu tidak memadai. Walaupun standar dan peraturan itu diikuti dengan ketat, cacat dan penyimpangan akan timbul. Pengalaman dan keteram pilan lah yan g mengejar ketidaksem pu rnaan dalam standar dan peraturan. Ada dua cara menemukan penyimpangan, yaitu dengan memeriksa penyebabnya dan memeriksa berdasarkan akibatnya. Dalam memeriksa penyebabnya, langkah pertama yang dilakukan dalam pemeriksaan adalah mengetahui apakah semua faktor penyebab berada di bawah kontrol. Faktor-faktor penyebab yang ditujukan pada diagram sebab dan akibat harus diperiksa. Sedangkan dengan memeriksa akibatnya, yaitu dengan memeriksa karakteristik sepertiyang ditujukan pada diagram sebab akibat. Jika akibat itu ternyata kurang, artinya sesuatu yang tidak biasa terjadi pada proses, dan di sana ada masalah.
d.    Action (tindakan) Tindakan koreksi dilakukan dan sekadar usaha untuk memperkecil akibat tetapi juga berusaha untuk mengatasi sebab timbulnya masalah. Hal-hal yang sudah diperbaiki dilakukan dengan teliti ulang agar dapat dibuat suatu standar baru dari kondisiyang sudah dicapaiguna mencegah terjadinya lagi penyimpangan-penyimpangan tersebut. Dengan demikian, diharapkan adanya peningkatan prestasi kerja, sehingga dapat mengarahkan pada kemajuan

III.   MANAJEMEN RESIKO

1.    Pengertian Manajemen Resiko
*      Menurut Djojosoedarso (2003,p4) pengertian manajemen resiko adalah pelaksanaan fungsi-fungsi manajemen dalam penanggulangan risiko, terutama risiko yang dihadapi oleh organisasi / perusahaan, keluarga, dan masyarakat.
*      Menurut S. Dorfman (2004, p44) We define risk management as the logical development and carrying out of a plan to deal with potential looses.
*      Manajemen resiko menurut Djohanputro (2008,43) Manajemen resiko merupakan proses terstruktur dan sistematis dalam mengidentifikasi, mengukur, memetakan, mengembangkan alternatif penanganan resiko, dan memonitor dan mengendalikan penanganan resiko.
*      Manajemen resiko menurut Siahaan (Manajemen Risiko. PT Elex Media Computindo. Jakarta. 2007) manajemen risiko adalah perbuatan (praktik) dengan manajemen risiko, menggunakan metode dan peralatan untuk mengelola risiko sebuah proyek.
*      Pengertian manajemen resiko menurut Tampubolon (Risk Management. PT Elex Media Komputindo. Jakarta. 2004) Manajemen risiko juga dapat diartikan sebagai kegiatan atau proses yang terarah dan bersifat proaktif, yang ditujukan untuk mengakomodasi kemungkinan gagal pada salah satu, atau sebagian dari sebuah transaksi atau instrumen.
*      Menurut Fahmi (2010;2) Manajemen resiko adalah suatu bidang ilmu yang membahas tentang bagaimana suatu organisasi menerapkan ukuran dalam memetakan berbagai permasalahan yang ada dengan menempatkan berbagai pendekatan manajemen secara komprehensif dan sistematis




2.    Jenis dan Sifat Manajemen Resiko
Macam - macam manajemen risiko dikelompokkan menjadi 3 kelompok, yaitu:
1.    Risiko berdasarkan sifatnya
a.    Risiko Spekulatif
Risiko spekulatif adalah suatu keadaan yang dihadapi perusahaan yang dapat memberikan keuntungan dan juga dapat memberikan kerugian. Resiko spekulatif kadang-kadang dikenal pula dengan istilah risiko bisnis (business risk). Seseorang yang menginvestasikan dananya disuatu tempat menghadapi dua kemungkinan. Kemungkinan pertama investasinya menguntungkan atau malah investasinya merugikan. Risiko yang dihadapi seperti adalah risiko spekulatif. Risiko spekulatif adalah suatu keadaan yang dihadapi yang dapat memberikan keuntungan dan juga dapat menimbulkan kerugian.
Jenis risiko spekulatif adalah risiko yang sengaja ditimbulkan oleh yang bersangkutan, agar terjadinya ketidakpastian memberikan peluang keuntungan kepadanya. Umumnya tidak bisa diasuransikan. Contoh dari risiko ini adalah : kita menggunakan modal untuk membuka usaha rumah makan, atau digunakan untuk investasi membangun pembangkit baru. Dalam membuka usaha baru ini pasti akan ada kemungkinan risiko rugi, tapi juga ada peluang untuk memperoleh keuntungan.
b.    Risiko Murni
Risiko murni (pure risk) adalah sesuatu yang hanya dapat berakibat merugikan atau tidak terjadi apa-apa dan tidak mungkin menguntungkan. Salah satu contohnya adalah kebakaran, apabila perusahaan mengalami kebakaran, maka perusahaan tersebut akan mengalami kerugian. Kemungkinan yang lain adalah tidak terjadi kebakaran. Dengan demikian kebakaran hanya menimbulkan kerugian, bukan menimbulkan keuntungan, kecuali ada kesengajaan untuk membakar dengan maksud-maksud tertentu.
Salah satu cara menghindari risiko murni adalah dengan asuransi. Dengan demikian besarnya kerugian dapat diminimalkan. Itu sebabnya risiko murni dapat dikenal dengan istilah risiko yang dapat diansuransikan (insurable risk).
Perbedaan utama antara risiko spekulatif dengan risiko murni adalah kemungkinan untuk ada atau tidak, untuk risiko spekulatif masih terdapat kemungkinan untung, sedangkan untuk risiko murni tidak dapat keuntungan.
Maka kita sebagai masyarakat, terlebuh pengusaha harus mempelajari manajemen resiko karenasasarandari pelaksanaan manajemen risiko adalah untuk mengurangi risiko yang berbeda-beda yang berkaitan dengan bidang yang telah dipilih pada tingkat yang dapat diterima oleh masyarakat.

2.    Risiko berdasarkan dapat tidaknya dialihkan
a.    Risiko yang dapat dialihkan
Risiko yang dapat dialihkan yaitu risiko yang dapat dipertanggungkan sebagai obyek yang terkena risiko kepada perusahaan asuransi dengan membayar sejumlah premi. Dengan demikian kerugian tersebut menjadi tanggungan (beban) perusahaan asuransi.
b.    Risiko yang tidak dapat dialihkan,
Risiko yang tidak dapat dialihkan yaitu semua risiko yang termasuk dalam risiko spekulatif yang tidak dapat dipertanggungkan pada perusahaan asuransi.

3.    Risiko berdasarkan asal timbulnya
a.    Risiko Internal
Risiko Internal yaitu risiko yang berasal dari dalam perusahaan itu sendiri.  Misalnya risiko kerusakan peralatan kerja pada proyek karena kesalahan operasi, risiko kecelakaan kerja, risiko mismanagement, dan sebagainya.
b.    Risiko Eksternal
Risiko Eksternal yaitu risiko yang berasal dari luar perusahaan atau lingkungan luar perusahaan. Misalnya risiko pencurian, penipuan, fluktuasi harga, perubahan politik, dan sebagainya.

3.    Komponen / unsur Manajemen Resiko
Pemahaman risk management memungkinkan manajemen untuk terlibat secara efektif dalam menghadapi uncertainty dengan risiko dan peluang yang berhubungan dan meningkatkan kemampuan organisasi untuk memberikan nilai tambah. Menurut COSO, proses manajemen risiko dapat dibagi ke dalam 8 komponen (tahap)
a.    Internal environment (Lingkungan internal)
Komponen ini berkaitan dengan lingkungan dimana perusahaan berada dan beroperasi. Cakupannya adalah risk-management philosophy (kultur manajemen tentang risiko), integrity (integritas), risk-perspective (perspektif terhadap risiko), risk-appetite (selera atau penerimaan terhadap risiko), ethical values (nilai moral), struktur organisasi, dan pendelegasian wewenang.
b.    Objective setting (Penentuan tujuan)
Manajemen harus menetapkan objectives (tujuan-tujuan) dari organisasi agar dapat mengidentifikasi, mengakses, dan mengelola risiko. Objective dapat diklasifikasikan menjadi strategic objective dan activity objective. Strategic objective di perusahaan berhubungan dengan pencapaian dan peningkatan kinerja instansi dalam jangka menengah dan panjang, dan merupakan implementasi dari visi dan misi instansi tersebut. Sementara itu, activity objective dapat dipilah menjadi 3 kategori, yaitu (1) operations objectives; (2) reporting objectives; dan (3) compliance objectives.
c.    Event identification (Identifikasi risiko)
Komponen ini mengidentifikasi kejadian-kejadian potensial baik yang terjadi di lingkungan internal maupun eksternal organisasi yang mempengaruhi strategi atau pencapaian tujuan dari organisasi. Kejadian tersebut bisa berdampak positif (opportunities), namun dapat pula sebaliknya atau negative (risks).
d.    Risk assessment (Penilaian risiko)
Komponen ini menilai sejauhmana dampak dari events (kejadian atau keadaan) dapat mengganggu pencapaian dari objectives. Besarnya dampak dapat diketahui dari inherent dan residual risk, dan dapat dianalisis dalam dua perspektif, yaitu: likelihood (kecenderungan atau peluang) dan impact/consequence (besaran dari terealisirnya risiko). Dengan demikian, besarnya risiko atas setiap kegiatan organisasi merupakan perkalian antara likelihood dan consequence. Penilaian risiko dapat menggunakan dua teknik, yaitu: (1) qualitative techniques; dan (2) quantitative techniques. Qualitative techniques menggunakan beberapa tools seperti selfassessment (low, medium, high), questionnaires, dan internal audit reviews. Sementara itu, quantitative techniques data berbentuk angka yang diperoleh dari tools seperti probability based, non-probabilistic models (optimalkan hanya asumsi consequence), dan benchmarking.
e.    Risk response (Sikap atas risiko)
Organisasi harus menentukan sikap atas hasil penilaian risiko. Risk response dari organisasi dapat berupa: (1) avoidance, yaitu dihentikannya aktivitas atau pelayanan yang menyebabkan risiko; (2) reduction, yaitu mengambil langkahlangkah mengurangi likelihood atau impact dari risiko; (3) sharing, yaitu mengalihkan atau menanggung bersama risiko atau sebagian dari risiko dengan pihak lain; (4) acceptance, yaitu menerima risiko yang terjadi (biasanya risiko yang kecil), dan tidak ada upaya khusus yang dilakukan. Dalam memilih sikap (response), perlu dipertimbangkan faktor-faktor seperti pengaruh tiap response terhadap risk likelihood dan impact, response yang optimal sehingga bersinergi dengan pemenuhan risk appetite and tolerances, analis cost versus benefits, dan kemungkinan peluang (opportunities) yang dapat timbul dari setiap risk response.
f.     Control activities (Aktifitas-aktifitas pengendalian)
Komponen ini berperanan dalam penyusunan kebijakan-kebijakan (policies) dan prosedur-prosedur untuk menjamin risk response terlaksana dengan efektif. Aktifitas pengendalian memerlukan lingkungan pengendalian yang meliputi: (1) integritas dan nilai etika; (2) kompetensi; (3) kebijakan dan praktik-praktik SDM; (4) budaya organisasi; (5) filosofi dan gaya kepemimpinan manajemen; (6) struktur organisasi; dan (7) wewenang dan tanggung jawab.
g.    Information and communication (Informasi dan komunikasi)
Fokus dari komponen ini adalah menyampaikan informasi yang relevan kepada pihak terkait melalui media komunikasi yang sesuai. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam penyampaiaan informasi dan komunikasi adalah kualitas informasi, arah komunikasi, dan alat komunikasi.
h.    Monitoring
Monitoring dapat dilaksanakan baik secara terus menerus (ongoing) maupun terpisah (separate evaluation). Aktifitas monitoring ongoing tercermin pada aktivitas supervisi, rekonsiliasi, dan aktivitas rutin lainnya. Pada proses monitoring, perlu dicermati adanya kendala seperti reporting deficiencies, yaitu pelaporan yang tidak lengkap atau bahkan berlebihan (tidak relevan). Kendala ini timbul dari berbagai faktor seperti sumber informasi, materi pelaporan, pihak yang disampaikan laporan, dan arahan bagi pelaporan.

4.    Implementasi Manajemen Resiko
Menurut Djojosoedarso (2003, p4) upaya untuk menanggulangi resiko harus selalu dilakukan, sehingga kerugian dapat dihindari atau diminimumkan. Sesuai dengan sifat dan objek yang terkena resiko, ada beberapa cara yang dapat dilakukan (perusahaan) untuk meminimumkan resiko kerugian, antara lain :
a) Melakukan pencegahan dan pengurangan terhadap kemungkinan terjadinya peristiwa yang menimbulkan kerugian, misalnya membangun gedung dengan bahan- bahan yang antiterbakar untuk mencagah bahaya kebakaran, memagari mesin-mesin untuk menghindari kecelakaan kerja, melakukan pemeliharaan dan penyimpanan yang baik terhadap bahan dan hasil produksi untuk menghindari resiko kecurian dan kerusakan, mengadakan pendekatan kemanusiaan untuk mencegah terjadinya pemogokan, sabotase, dan pengacauan.
b) Melakukan retensi, artinya mentolerir membiarkan terjadinya kerugian, dan untuk mencegah terganggunya operasi perusahaan akibat kerugian tersebut disediakan sejumlah dana untuk menanggulanginya (contoh : pos biaya lain-lain atau tak terduga dalam anggaran perusahaan).
c) Melakukan pengendalian terhadap resiko, contohnya melakukan hedging (perdagangan berjangka) untuk menanggulangi resiko kelangkaan dan fluktuasi harga bahan baku/ pembantu yang diperlukan.
d) Mengalihkan memindahkan resiko kepada pihak lain, yaitu dengan cara mengadakan kontrak pertanggungan (asuransi) dengan perusahaan asuransi terhadap resiko tertentu, dengan mambayar sejumlah premi asuransi yang telah ditetapkan, sehingga perusahaan asuransi akan mengganti kerugian bila betul-betul terjadi kerugian yang sesuai dengan perjanjian.


























DAFTAR PUSTAKA

Hadis, Abdul,dkk. 2010. Manajemen Mutu Pendidikan. Jakarta: ALFABETA
Sallis, Edward. 1993. Total Quality Management in Education. London: Kogan Page Educational Series.
Sulipan. 2009. Konsep Dasar Manajemen Mutu Terpadu. http://manajemenmutuyes.blogspot.com/2009/11/konsep-dasar-manajemen-mutu-terpadu.html .(diakses pada tanggal 02 Februari 2011).
Syafaruddin. 2002. Manajemen Mutu Terpadu dalam Pendidikan. Jakarta: PT. Grasindo

Tenner, A.R. and I.J. Detoro. (1992). Total Quality Mangement. Boston: Addison-Wesley Publising Company.

Komentar

Posting Komentar

Postingan Populer