Strategi Meningkatkan Status Gizi Balita Dalam Menghadapi Implementasi Jaminan Kesehatan Nasional di Puskesmas Melong Asih

Strategi Meningkatkan Status Gizi Balita Dalam
Menghadapi Implementasi Jaminan Kesehatan Nasional di Puskesmas Melong Asih

Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Penilaian Tenaga Kesehatan Teladan
Kota Cimahi Tahun 2014


Disusun Oleh :
Seni Umi Solekhah, AMG
NIP. 198802052010012002

PUSKESMAS MELONG ASIH
DINAS KESEHATAN KOTA CIMAHI
TAHUN 2014



ABSTRAK
          Hasil Cakupan program gizi di wilayah Puskesmas Melong Asih  menunjukkan Balita Gizi Buruk BB/U tahun 2011 adalah 55 orang, meningkat Tahun 2012 menjadi 96 orang. Selain itu, cakupan pemberian  ASI ekslusif 0-6 bulan tahun 2011 di Kelurahan Melong Puskesmas Melong Asih sebesar 71.7% sedangkan tahun 2012 menurun menjadi 63.9%.
Program perbaikan gizi dan kesehatan yang bersifat preventif dan promotif untuk jangka panjang, sementara kuratif dapat diberikan pada kelompok masyarakat yang benar-benar membutuhkan. Bentuk program efektif seperti perbaikan perilaku kesehatan dan gizi tingkat keluarga dilakukan secara profesional mulai dipikirkan, dan tentunya dengan ketentuan atau kriteria yang spesifik lokal. Program yang telah berjalan untuk meningkatkan perbaikan gizi masyarakat di wilayah PKM Melong Asih adalah Penyuluhan PMT (Pemberian Makanan Tambahan), Pemberian PMT-Pemulihan bagi balita dengan status gizi kurang / buruk dan KP ASI (Kelompok Pendukung ASI).
Gizi menjadi faktor penting yang turut menentukan sekitar 30 persen keberhasilan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Tanpa gizi yang tercukupi, sangat tidak mungkin seseorang memiliki kesehatan yang baik. Angka Balita Gizi Buruk di wilayah PKM Melong Asih  setelah ada kegiatan Penyuluhan PMT (Pemberian Makanan Tambahan) dan Pemberian PMT-Pemulihan bagi balita dengan status gizi kurang / buruk mengalami penurunan, yaitu tahun 2013 jumlah balita Gizi Buruk BB/U menjadi 21 anak. Begitu pula dengan Cakupan ASI Eksklusif menunjukkan kenaikan setelah ada kegiatan KP-ASI di RW 06 yaitu cakupan ASI Eksklusif tahun 2012 yaitu 63.99% dan mengalami peningkatan di tahun 2013 menjadi 67.2 %.

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas Rahmat dan KaruniaNYA Makalah dengan judul Strategi Meningkatkan Status Gizi Balita Dalam Menghadapi Implementasi Jaminan Kesehatan Nasional di Puskesmas Melong Asih” dapat terselesaikan.

Makalah ini merupakan salah satu dokumentasi kegiatan nyata yang telah dilaksanakan dan berperan dalam peningkatan perbaikan gizi masyarakat dalam mendukung kegiatan Jaminan Kesehatan Nasional di wilayah kerja Puskesmas Melong Asih yang disajikan dalam bentuk data, informasi, narasi sehingga dapat digunakan sebagai bahan acuan program perbaikan gizi terutama pada balita kurang gizi di masyarakat Kelurahan Melong.

Untuk itulah dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :
1.           Dinas Kesehatan Kota Cimahi
2.           Kepala dan Staf Puskesmas Melong Asih
3.           Seluruh kader posyandu Kelurahan Melong
4.           Rekan-rekan TPG
5.           Keluarga dan
6.           Semua pihak yang telah membantu baik dalam pelaksanaan kegiatan maupun penyusunan makalah ini.



Menyadari bahwa isi makalah ini masih jauh dari kesempurnaan karena keterbatasan, penulis mengharapkan saran yang dapat membuatnya menjadi lebih baik. Semoga makalah ini dapat memberikan masukkan untuk peningkatan pembangunan kesehatan di Kota Cimahi menuju Cimahi Sehat 2017.



Cimahi, 14 Juli 2014
Penulis,
Pelaksana Gizi Puskesmas Melong Asih


Seni Umi Solekhah, AMG





BAB I

1.1     Latar Belakang


Komitmen pemerintah untuk mensejahterakan rakyat nyata dalam peningkatan kesehatan termasuk gizinya. Hal ini terbukti dari penetapan perbaikan status gizi yang merupakan salah satu prioritas Pembangunan Kesehatan 2010-2014. Tujuannya adalah untuk menurunkan prevalensi kurang gizi sesuai dengan Deklarasi World Food Summit 1996 yang dituangkan dalam Milenium Development Goals (MDGs) pada tahun 2015, yang menyatakan setiap negara menurunkan kemiskinan dan kelaparan separuh dari kondisi 1990.
Millennium Development Goals (MDGs) atau dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi Tujuan Pembangunan Milenium, adalah sebuah paradigma pembangunan global yang dideklarasikan pada Konferensi Tingkat Tinggi Milenium oleh 189 negara anggota Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) di New York pada bulan September 2000.  Adapun tujuan MDGS  yaitu:
Secara umum dapat dikatakan bahwa peningkatan ekonomi sebagai dampak dari berkurangnya kurang gizi dapat dilihat dari dua sisi, pertama berkurangnya biaya berkaitan dengan kematian dan kesakitan dan di sisi lain akan meningkatkan produktivitas. Paling kurang manfaat ekonomi yang diperoleh sebagai dampak dari perbaikan status gizi adalah: berkurangnya kematian bayi dan anak balita, berkurangnya biaya perawatan untuk neonatus, bayi dan balita, produktivitas meningkat karena berkurangnya anak yang menderita kurang gizi dan adanya peningkatan kemampuan intelektualitas, berkurangnya biaya karena penyakit kronis serta meningkatnya manfaat “intergenerasi” melalui peningkatan kualitas kesehatan.
Masalah gizi dapat terjadi pada seluruh kelompok umur, bahkan masalah gizi pada suatu kelompok umur tertentu akan mempengaruhi pada status gizi pada periode siklus kehidupan berikutnya (intergenerational impact). Masa kehamilan merupakan periode yang sangat menentukan kualitas SDM di masa depan, karena tumbuh kembang anak sangat ditentukan oleh kondisinya saat masa janin dalam kandungan. Akan tetapi perlu diingat bahwa keadaan kesehatan dan status gizi ibu hamil ditentukan juga jauh sebelumnya, yaitu pada saat remaja atau usia sekolah.
Kekurangan gizi biasanya terjadi secara tersembunyi dan sering luput dari pengamatan biasa. Tidaklah mudah untuk mengetahui seorang ibu hamil yang menderita kekurangan zat gizi besi (anemia), atau seorang bayi yang terganggu pertumbuhannya atau seorang anak sekolah yang lemah tidak mampu mengikuti proses belajar karena kekurangan zat gizi tertentu seperti iodium atau zat besi. Sebagian besar penduduk Indonesia atau sekitar 50% dapat dikatakan tidak sakit akan tetapi juga tidak sehat dan kondisi ini tergolong kekurangan gizi. Kekurang gizi secara perlahan akan berdampak terhadap tingginya kematian anak, kematian ibu dan menurunnya produktivitas kerja. Kondisi ini secara langsung menurunkan tingkat kesejahteraan masyarakat di suatu negara, oleh karena itu upaya perbaikan gizi masyarakat merupakan bagian dari investasi sumber daya manusia untuk pembangunan suatu bangsa.
 Millenium Development Goals (MDGs), Indonesia menargetkan pada tahun 2015 angka kematian bayi dan angka kematian balita menurun sebesar dua pertiga dalam kurun waktu 1990-2015. Berdasarkan hal tersebut diatas Indonesia mempunyai komitmen untuk menurunkan angka kematian bayi dari 68 menjadi 23/1.000 KH dan angka kematian balita dari 97 menjadi 32/1.000 KH pada tahun 2015. Menghadapi tantangan dan target MDGs tersebut maka perlu adanya program kesehatan anak yang mampu menurunkan angka kesakitan dan kematian pada bayi dan anak. Beberapa program dalam proses pelaksanaan percepatan penurunan angka kematian bayi dan angka kematian balita antara lain adalah program gizi, program ASI eksklusif, dan penyediaan konsultan ASI eksklusif di Puskesmas/Rumah Sakit.
Makanan alamiah terbaik bagi bayi yaitu Air Susu Ibu, dan sesudah usia 6 bulan anak tidak mendapat Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) yang tepat, baik jumlah dan kualitasnya akan berkonsekuensi terhadap status gizi bayi. MP-ASI yang baik tidak hanya cukup mengandung energi dan protein, tetapi juga mengandung zat besi, vitamin A, asam folat, vitamin B serta vitamin dan mineral lainnya. MP-ASI yang tepat dan baik dapat disiapkan sendiri di rumah. Pada keluarga dengan tingkat pendidikan dan pengetahuan yang rendah seringkali anaknya harus puas dengan makanan seadanya yang tidak memenuhi kebutuhan gizi balita karena ketidaktahuan.

Upaya perbaikan gizi di Indonesia secara nasional telah dilaksanakan sejak tiga puluh tahun yang lalu. Upaya yang dilakukan difokuskan untuk mengatasi masalah gizi utama yaitu: Kurang Energi Protein (KEP), Kurang Vitamin A (KVA), Anemia Gizi Besi (AGB) dan Gangguan Akibat Kurang Yodium (GAKY). Upaya tersebut telah berhasil menurunkan keempat masalah gizi utama namun penurunannya dinilai kurang cepat. Dengan terjadinya transisi demografi, epidemiologi dan perubahan gaya hidup telah terjadi peningkatan masalah gizi lebih dan penyakit degeneratif. Keadaan ini menyebabkan Indonesia mengalami beban ganda masalah gizi yaitu gizi kurang belum sepenuhnya diatasi, gizi lebih sudah menunjukkan peningkatan.
Pengelolaan kesehatan yang diselenggarakan oleh semua komponen bangsa Indonesia secara terpadu dan saling mendukung guna menjamin tercapainya derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Pelaksanaan SKN ditekankan pada peningkatan perilaku dan kemandirian masyarakat, profesionalisme sumber daya manusia kesehatan, serta upaya promotif dan preventif tanpa mengesampingkan upaya kuratif dan rehabilitatif.
Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dikembangkan di Indonesia merupakan bagian dari Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Sistem Jaminan Sosial Nasional ini diselenggarakan melalui mekanisme Asuransi Kesehatan Sosial yang bersifat wajib (mandatory) berdasarkan Undang-Undang No.40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional. Tujuannya adalah agar semua penduduk Indonesia terlindungi dalam sistem asuransi, sehingga mereka dapat memenuhi kebutuhan dasar kesehatan masyarakat yang layak. Setiap Peserta berhak memperoleh Manfaat Jaminan Kesehatan yang bersifat pelayanan kesehatan perorangan, mencakup pelayanan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif termasuk pelayanan obat dan bahan medis habis pakai sesuai dengan kebutuhan medis yang diperlukan. Upaya Jaminan Kesehatan Nasional (JKN ) ini didukung dengan kegiatan di bidang gizi yaitu kegiatan Penyuluhan PMT (Pemberian Makanan Tambahan), Pemberian PMT-Pemulihan bagi balita dengan status gizi kurang / buruk dan KP ASI (Kelompok Pendukung ASI).

1.2     Masalah

Jumlah status gizi balita yang didapat dari data BPB (Bulan Penimbangan Balita) tahun 2011 dan 2012 di wilayah kelurahan Melong Asih adalah sebagai berikut :
Tabel 1.1

Status Gizi Balita di Kelurahan Melong Asih Tahun 2011 dan 2012
Tahun
Status Gizi BB/U
Jumlah Balita
Lebih
Baik
Kurang
Buruk
2011
301
2449
294
55
3099
10%
79%
9%
2%
2012
425
2062
250
96

2833
15%
72.8%
8.8%
2.4%

Meningkatnya angka gizi buruk berdasarkan status BB/U diperlukan adanya keterkaitan antara kondisi kesehatan dan gizi ibu hamil, pemberian ASI dengan pembentukan status gizi mengharuskan adanya suatu kegiatan terpadu yang mengatasi masalah sejak dini baik preventif maupun promotif. Meningkatnya angka gizi buruk berbanding lurus dengan cakupan ASI Ekslusif yang menurun pada tahun 2011 cakupan asli ekslusif mencapai 71.7% namun menurun di tahun 2012 menjadi 63.99%.

1.3     Perumusan masalah

Berdasarkan latar belakang dan uraian masalah yang telah diuraikan di atas, maka rumusan permasalah adalah :
Bagaimana Strategi Meningkatkan Status Gizi Balita Dalam Menghadapi Implementasi Jaminan Kesehatan Nasional di Puskesmas Melong Asih Tahun 2014 ?

1.4     Tujuan

1.4.1    Tujuan Umum

Memberikan gambaran kegiatan untuk meningkatkan status gizi balita dalam menghadapi implementasi Jaminan Kesehatan Nasional di Puskesmas Melong Asih Tahun 2014.

1.4.2    Tujuan Khusus

1.            Memberikan gambaran kegiatan penanganan kurang gizi pada balita di wilayah Puskesmas Melong Asih melalui kegiatan Penyuluhan PMT.
2.            Memberikan gambaran kegiatan penanganan kurang gizi pada balita di wilayah Puskesmas Melong Asih melalui kegiatan Konseling ASI dan MP ASI.
3.            Memberikan gambaran kecenderungan pengaruh kegiatan KP-ASI pada pemberian ASI eksklusif.
4.            Memberikan gambaran kegiatan penanganan gizi buruk pada balita di wilayah Puskesmas Melong Asih melalui kegiatan Pemberian PMT Pemulihan.
5.            Memberikan gambaran kegiatan penanganan gizi buruk pada balita di wilayah Puskesmas Melong Asih melalui kegiatan Kunjungan Balita yang mendapatkan PMT.
6.            Mengetahui kecenderungan hasil kegiatan terhadap cakupan gizi buruk.
7.            Mengetahui kecenderungan hasil kegiatan terhadap cakupan ASI.

1.5     Manfaat Makalah

Makalah ini bermanfaat untuk evaluasi pelaksanaan kegiatan dan acuan perencanaan penatalaksanaan balita kurang gizi selanjutnya

BAB II


2.1     Status Gizi

Status gizi balita adalah keadaan kesehatan anak balita yang ditentukan oleh derajat kebutuhan fisik energi dan zat-zat gizi lain yang diperoleh dari pangan dan makanan yang dampak fisiknya diukur secara antropometri.
Status gizi adalah keadaan kesehatan yang diakibatkan oleh adanya interaksi antara makanan, tubuh dan lingkungan hidup manusia. Status gizi diukur dengan cara yaitu (Depkes, 1992).
1. Antropometri, yaitu mengukur berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas, lemak dibawah kulit.
2. Klinik, yaitu pemeriksaan fisik yang dilakukan oleh ahli medis, biasanya yang melakukannya adalah seorang dokter.
3. Laboratorium, yaitu pemeriksaan darah, urine dan tinja.
4. Dietetik, yaitu pemeriksaan jenis, jumlah, komposisi makanan yang dikonsumsi oleh individu.
Berdasarkan Departemen Kesehatan (2011) penentuan status gizi anak balita dilakukan secara klinis dan antropometri (BB/TB-PB), sehingga dapat diketahui tingkat status gizi balita tersebut.




2.2     Masalah Gizi pada Balita

Berg ( 1989) berbicara mengenai gizi berarti membicarakan tentang makanan dalam hubungannya dengan kesehatan dan proses dimana organisme menggunakan makanan untuk pemeliharaan kehidupan, pertumbuhan, bekerjanya anggota dan jaringan tubuh secara normal dan produksi tenaga.
Membahas mengenai masalah gizi, dapat digolongkan kepada tiga bagian sebagai berikut :
1. Gizi kurang, yaitu keadaan tidak sehat (patologik) yang timbul karena tidak cukup makan dan dengan demikian konsumsi energi kurang selama jangka waktu tertentu, ditandai dengan berat badan yang menurun.
2. Gizi lebih, yaitu keadaan tidak sehat (patologik) yang disebabkan kebanyakan makan serta mengkonsumsi energi lebih banyak daripada yang diperlukan tubuh untuk jangka waktu yang panjang, kegemukan merupakan tanda pertama yang biasa dilihat.
3. Gizi buruk, yaitu keadaan tidak sehat (patologik) yang disebabkan oleh makanan yang sangat kurang dalam satu atau lebih zat esensial dalam waktu lama, biasanya diikuti dengan tanda-tanda klinis khusus seperti marasmus, kwashiorkor dan marasmus kwashiorkor

2.3     Penilaian Status Gizi pada Balita

Menurut standar WHO (1983) bila prevalensi kurus (wasting) < -2SD diatas 10 % menunjukan suatu daerah tersebut mempunyai masalah gizi yang sangat serius dan berhubungan langsung dengan angka kesakitan. Indeks Antropometri yang sering dipakai adalah :BB/U (berat badan menurut umur) menggambarkan ada atau tidak adanya kurang gizi (malnutrisi), tidak bisa menjelaskan apakah akut atau kronis. TB/U (tinggi badan menurut umur) menggambarkan ada atau tidak adanya malnutrisi kronik. BB/TB (berat badan menurut tinggi badan) menggambarkan ada atau tidak adanya malnutrisi akut (Depkes, 2004).
Berat badan dan tinggi badan adalah salah satu parameter penting untuk menentukan status kesehatan manusia, khususnya yang berhubungan dengan status gizi. Penggunaan indeks BB/U, TB/U dan BB/TB merupakan indikator status gizi untuk melihat adanya gangguan fungsi pertumbuhan dan komposisi tubuh .
Ada beberapa cara melakukan penilaian status gizi pada kelompok masyarakat, salah satunya adalah dengan pengukuran tubuh manusia yang dikenal dengan antropometri, dalam pemakaiannya untuk penilaian status gizi antropometri disajikan dalam bentuk indeks yang dikaitkan dengan variabel lain, variabel tersebut adalah sebagai berikut : umur, berat badan dan tinggi badan.
Berat badan merupakan salah satu ukuran yang memberikan gambaran massa jaringan, termasuk cairan tubuh. Berat badan sangat peka terhadap perubahan yang mendadak baik karena penyakit infeksi maupun konsumsi makanan yang menurun. Berat badan ini dinyatakan dalam bentuk indeks BB/U (berat badan menurut umur) atau melakukan penilaian dengam melihat perubahan berat badan pada saat pengukuran dilakukan, yang dalam penggunaannya memberikan gambaran keadaan kini. Berat badan paling banyak digunakan karena hanya memerlukan satu pengukuran, hanya saja tergantung pada ketetapan umur, tetapi kurang dapat menggambarkan kecenderungan perubahan situasi gizi dari waktu ke waktu .
Indeks BB/U digunakan sebagai salah satu indikator status gizi dan karena sifatnya berat badan yang labil maka indeks BB/U lebih menggambarkan status gizi saat ini. Sebagai indikator status gizi BB/U mempunyai kelebihan dan kelemahan, adapun kelebihannya adalah: Dapat lebih mudah dan lebih cepat di mengerti oleh masyarakat umum, sensitif untuk melihat perubahan status gizi jangka pendek, dan dapat mendeteksi kegemukan.
Tinggi badan memberikan gambaran fungsi pertumbuhan yang dilihat dari keadaan kurus kering dan kecil pendek. Tinggi badan sangat baik untuk melihat keadaan gizi masa lalu terutama yang berkaitan dengan keadaan berat badan lahir rendah dan kurang gizi pada masa balita. Tinggi badan dinyatakan dalam bentuk indeks TB/U (tinggi badan menurut umur), atau juga indeks BB/TB (berat badan menurut tinggi badan) jarang dilakukan karena perubahan tinggi badan yang lambat dan biasanya hanya dilakukan setahun sekali. Keadaan indeks ini pada umumnya memberikan gambaran keadaan lingkungan yang tidak baik, kemiskinan dan akibat tidak sehat yang menahun (Depkes, 2004).

2.4     Gizi Buruk pada Balita

Pengertian Gizi buruk (severe malnutrition) menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (2008) adalah suatu istilah tehnis yang umumnya dipakai oleh kalangan gizi, kesehatan dan kedokteran, gizi buruk adalah bentuk terparah dari proses terjadinya kekurangan gizi menahun.
Menurut Depatemen Kesehatan (2008) gizi buruk adalah keadaan kekurangan gizi menahun yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan protein dari makanan sehari-hari. Kekurangan gizi tingkat berat pada anak balita berdasarkan pada indeks berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) <-3 SD dan atau ditemukan tanda-tanda klinis seperti marasmus, kwashiorkor dan marasmus-kwashiorkor, klasifikasi gizi buruk berdasarkan gambaran klinisnya antara lain, sebagai berikut :


1.        Marasmus
Marasmus adalah keadaan gizi buruk yang ditandai dengan badan tampak sangat kurus, iga gambang, perut cekung, wajah seperti orang tua dan kulit keriput. Gambaran klinis marasmus berasal dari masukan kalori/asupan kalori yang tidak cukup dikarenakan diet yang tidak cukup, karena kebiasaan makan yang tidak tepat seperti pola asuh yang tidak baik, atau karena kelainan metabolik/malformasi congenital. Malnutrisi berat pada bayi sering ada di daerah dengan makanan tidak cukup atau dengan hygiene yang jelek.
2.      Kwashiorkor
      Kwashiorkor ditandai dengan gejala tampak sangat kurus dan atau edema pada kedua punggung kaki sampai seluruh tubuh, perubahan status mental, rambut tipis kemerahan seperti warna rambut jagung, mudah dicabut tanpa rasa sakit, rontok, wajah membulat dan sembab, pandangan mata sayu, pembesaran hati, kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan berubah warna menjadi coklat kehitaman dan terkelupas, cengeng dan rewel. Tipe marasmus ditandai dengan gejala tampak sangat kurus, wajah seperti orang tua, cengeng, rewel, kulit keriput, perut cekung, rambut tipis, jarang dan kusam tulang iga tampak jelas, pantat kendur dan keriput.
3.      Marasmik-kwashiorkor
Marasmik-kwashiorkor merupakan gabungan beberapa gejala klinik kwashiorkor – marasmus.

2.5     ASI Ekslusif

Air Susu Ibu (ASI) adalah suatu emulsi lemak dalam larutan protein, laktosa dan garam-garam anorganik yang sekresi oleh kelenjar mamae ibu, yang berguna sebagai makanan bagi bayinya.
Sedangkan ASI Ekslusif adalah perilaku dimana hanya memberikan Air Susu Ibu (ASI) saja kepada bayi sampai umur 6 (enam) bulan tanpa makanan dan ataupun minuman lain kecuali sirup obat. ASI dalam jumlah cukup merupakan makanan terbaik pada bayi dan dapat memenuhi kebutuhan gizi bayi selama 6 bulan pertama. ASI merupakan makanan alamiah yang pertama dan utama bagi bayi sehingga dapat mencapai tumbuh kembang yang optimal. ASI sebagai makanan bayi mempunyai kebaikan/sifat sebagai berikut:
a.   ASI merupakan makanan alamiah yang baik untuk bayi, praktis, ekonomis, mudah dicerna untuk memiliki komposisi, zat gizi yang ideal sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan pencernaan bayi.
b.   ASI mengadung laktosa yang lebih tinggi dibandingkan dengan susu buatan. Didalam usus laktosa akan dipermentasi menjadi asam laktat. yang bermanfaat untuk:
·         Menghambat pertumbuhan bakteri yang bersifat patogen.
·         Merangsang pertumbuhan mikroorganisme yang dapat menghasilkan asam organik dan mensintesa beberapa jenis vitamin.
·         Memudahkan terjadinya pengendapan calsium-cassienat.
·         Memudahkan penyerahan herbagai jenis mineral, seperti calsium, magnesium.
·         ASI mengandung zat pelindung (antibodi) yang dapat melindungi bayi selama 5-6 bulan pertama, seperti: Immunoglobin, Lysozyme, Complemen C3 dan C4, Antistapiloccocus, lactobacillus, Bifidus, Lactoferrin.
·         ASI tidak mengandung beta-lactoglobulin yang dapat menyebabkan alergi pada bayi.
·         Proses pemberian ASI dapat menjalin hubungan psikologis antara ibu dan bayi.
          Selain memberikan kebaikan bagi bayi, menyusui dengan bayi juga dapat memberikan keuntungan bagi ibu, yaitu:
a.   Suatu rasa kebanggaan dari ibu, bahwa ia dapat memberikan “kehidupan” kepada bayinya.
b.   Hubungan yang lebih erat karena secara alamiah terjadi kontak kulit yang erat, bagi perkembangan psikis dan emosional antara ibu dan anak.
c.    Dengan menyusui bagi rahim ibu akan berkontraksi yang dapat menyebabkan pengembalian keukuran sebelum hamil
d.   Mempercepat berhentinya pendarahan post partum.
e.   Dengan menyusui maka kesuburan ibu menjadi berkurang untuk beberapa bulan (menjarangkan kehamilan)
f.    Mengurangi kemungkinan kanker payudara pada masa yang akan datang.

2.6     Makanan Pendamping- ASI

MP-ASI adalah makanan atau minuman yang mengandung zat gizi, diberikan kepada bayi atau anak usia 6-24 bulan guna memenuhi kebutuhan gizi selain dari ASI (Depkes, 2006). MP-ASI merupakan makanan peralihan dari ASI ke makanan keluarga. Pengenalan dan pemberian MP-ASI harus dilakukan secara bertahap baik bentuk maupun jumlah. Hal ini dimaksudkan untuk menyesuaikan kemampuan alat pencernaan bayi dalam menerima MP-ASI (Depkes RI, 2004).
MP-ASI merupakan peralihan asupan yang semata berbasis susu menuju ke makanan yang semi padat. Untuk proses ini juga dibutuhkan ketrampilan motorik oral. Ketrampilan motorik oral berkembang dari refleks menghisap menjadi menelan makanan yang berbentuk bukan cairan dengan memindahkan makanan dari lidah bagian depan ke lidah bagian belakang (Depkes,2000).
Adapun waktu yang baik dalam memulai pemberian MP-ASI pada bayi adalah umur 6 bulan. Pemberian makanan pendamping pada bayi sebelum umur tersebut akan menimbulkan risiko sebagai berikut :
a.    Rusaknya sistem pencernaan karena perkembangan usus bayi dan pembentukan enzim yang dibutuhkan untuk pencernaan memerlukan waktu 6 bulan. Sebelum sampai usia ini, ginjal belum cukup berkembang untuk dapat menguraikan sisa yang dihasilkan oleh makanan padat.
b.    Tersedak disebabkan sampai usia 6 bulan, koordinasi syaraf otot (neuromuscular) bayi belum cukup berkembang untuk mengendalikan gerak kepala dan leher ketika duduk dikursi. Jadi, bayi masih sulit menelan makanan dengan menggerakan makanan dari bagian depan ke bagian belakang mulutnya, karena gerakan ini melibatkan susunan refleks yang berbeda dengan minum susu.
c.    Meningkatkan resiko terjadinya alergi seperti asma, demam tinggi, penyakit seliak atau alergi gluten (protein dalam gandum).
d.    Batuk, penelitian bangsa Scotlandia adanya hubungan antara pengenalan makanan pada umur 4 bulan dengan batuk yang berkesinambungan.
e.    Obesitas, penelitian telah menghubungkan pemberian makanan yang berlebih di awal masa perkenalan dengan obesitas dan peningkatan resiko timbulnya kanker, diabetes dan penyakit jantung di usia lanjut.
Menurut WHO Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) yang dianggap baik adalah apabila memenuhi beberapa kriteria hal berikut :
a). Waktu pemberian yang tepat, artinya MP-ASI mulai diperkenalkan pada bayi ketika usianya lebih dari 6 bulan dan kebutuhan bayi akan energy dan zat-zat melebihi dari apa yang didapatkannya melalui ASI
b). Memadai, maksudnya adalah MP-ASI yang diberikan memberikan energy, protein dan zat gizi mikro yang cukup untuk memenuhi kebutuhan zat gizi anak.
c). Aman, makanan yang diberikan bebas dari kontaminasi mikroorganisme baik pada saat disiapkan, disimpan maupun saat diberikan pada anak.

2.7     Pemberian Makanan Tambahan (PMT)

Pemberian Makanan Tambahan adalah program intervensi bagi balita yang menderita kurang gizi dimana tujuannya adalah untuk meningkatkan status gizi anak serta untuk mencukupi kebutuhan zat gizi anak agar tercapainya status gizi dan kondisi gizi yang baik sesuai dengan umur anak tersebut. Sedangkan pengertian makanan untuk pemulihan gizi adalah makanan padat energi yang diperkaya dengan vitamin dan mineral, diberikan kepada balita gizi burukselama masa pemulihan (Kemenkes RI, 2011).
Menurut Persagi (2009), pemberian tambahan makanan di samping makanan yang dimakan sehari – hari dengan tujuan memulihkan keadaan gizi dan kesehatan. PMT dapat berupa makanan lokal atau makanan pabrik. Program Makanan Tambahan Pemulihan (PMT– P) diberikan kepada anak gizi buruk dan gizi kurang yang jumlah harinya tertentu dengan tujuan untuk meningkatkan status gizi anak. Ibu yang memiliki anak di bawah lima tahun yang menderita gizi kurang / gizi buruk diberikan satu paket PMT Pemulihan.
Makanan tambahan adalah formula yang diberikan kepada anak mulai usia 6 bulan ke atas yang mempunyai sifat tidak memberatkan fungsi pencernaan serta memiliki zat – zat gizi yang disesuaikan dengan kebutuhan anak untuk pertumbuhan dan kesehatan yang optimal. Asupan makanan yang tidak sesuai akan menyebabkan gangguan gizi, baik itu kekurangan maupun kelebihan gizi. Makanan tambahan harus mengandung zat gizi makro dan protein, lemak, vitamin dan mineral untuk menunjang pertumbuhan da perkembangan secara fisik, kognitif maupun emosiaonal balita.
Menurut Gibson et al (1998), Complementary foods atau makanan tambahan yang diberikan pada anak khususunya di negara yang sedang berkembang menurut sebaiknya harus di fortifikasi dengan micro nutrient terutama zat besi, kalsium dan zinc.  Penatalaksanaan diet atau realementasi merupakan salah satu cara penanggulangan bagi balita gizi buruk yang selama ini telah dilakukan oleh Pemerintah dengan Pemberian Makanan Tambahan – Pemulihan (PMT-P) selama 3 sampai 4 bulan atau 90 sampai 120 hari.
Salah satu sasaran PMT Pemulihan adalah bayi umur 6- 12 bulan dan anak balita umur dibawah dua tahun (baduta) dari keluarga miskin. Namun dalam pelaksanaannya PMT Pemulihan diberikan juga kepada balita gizi kurang dan atau buruk dari keluarga miskin.
Secara umum pemberian makanan tambahan bertujuan untuk memperbaiki keadaan gizi pada anak golongan rawan gizi yang menderita kurang gizi, dan diberikan dengan kriteria anak balita yang tiga kali berturut-turut tidak naik timbangannya serta yang berat badannya pada KMS terletak dibawah garis merah. Pemberian makanan tambahan juga memiliki tujuan untuk menambah energi dan zat gizi esensial. Sedangkan tujuan pemberian makanan tambahan (PMT) pemulihan pada bayi dan balita gizi buruk, antara untuk memberikan makanan tinggi energi, tinggi protein, dan cukup vitamin mineral secara bertahap, guna mencapai status gizi yang optimal.

2.8     Kelompok Pendukung ASI ( KP-ASI )

Kelompok Pendukung adalah beberapa orang yang mengalami situasi yang sama atau memiliki tujuan yang sama, yang bertemu secara rutin untuk saling menceritakan kesulitan, keberhasilan, informasi dan ide berkaitan dengan situasi yang dihadapi atau upaya mencari tujuan yang diinginkan. Peserta KP-ASI adalah ibu hamil serta ibu yang memiliki bayi usia 0-6 bulan. Namun terbuka juga untuk orang-orang yang memiliki minat sama.
Unsur KP- ASI adalah : Peserta, Motivator, Pembina dan penggerak. Dalam pertemuan KP-ASI akan dipandu oleh seorang motivator. Motivator adalah anggota masyarakat yang mempunyai sikap positif terhadap pemberian air susu ibu (ASI ), berminat serta telah mendapatkan pelatihan khusus untuk membantu para ibu agar sukses menyusui secara optimal.
Dalam pertemuan KP-ASI juga dihadiri oleh Pembina motivator menyusui. Pembina motivator menyusui adalah konselor menyusui atau petugas kesehatan setempat yang mempunyai sikap positif terhadap pemberian Air susu ibu ( ASI ) dan telah mendapatkan pelatihan khusus untuk membina dan mendampingi motivator menyusui agar optimal dalam menjalankan peran-perannya.
Materi yang diberikan pada kegiatan KP-ASI adalah seputar kehamilan, menyusui dan melahirkan, dengan 10 topik utama yaitu :
1.           Masa Kehamilan Yang Menyenangkan
Masa kehamilan yang menyenangkan berisi tentang persiapan persalinan, kebutuhan gizi ibu hamil, gangguan pada kehamilan, pemeriksaan kehamilan, perawatan tubuh saat kehamilan dan hubungan seksula yang aman saat kehamilan.
2.           ASI eksklusif
Topik ini membahas tentang definisi ASI eksklusif, manfaat ASI bagi bayi dan ibu, komposisi ASI.
3.           IMD (Inisiasi Menyusu Dini)
4.           Payudara Dan Produksi ASI
         Pada sesi payudara dan produksi ASI, peserta diajak memahami bahwa bukan bentuk payudara dan bentuk puting yang mempengaruhi produksi ASI, melainkan hisapan bayi.
5.           Menyusui Yang  Nyaman Untuk Ibu Dan Bayi
Menyusui yang  nyaman dengan posisi yang nyaman untuk ibu dan bayi and perlekatan yang tepat agar mengoptimalkan produksi dan konsumsi ASI.
6.           ASI Ku Cukup Tidak Ya?
Menjawab pertanyaan sebagian besar ibu yang merasa tidak percaya diri dapat memberikan ASI yang cukup untuk bayinya.
7.           Menangis Bukan Berarti Lapar
Tidak selamanya bayi menangis berarti lapar, ada enam sebab lainnya ia menangis. Topik ini memberi pemahaman jangan bergegas mengambil kesimpulan memberikan makan pada bayi yang sering menangis.
8.           Kasih ASI Dimana Saja Dan Kapan Saja
Banyak ibu bekerja yang menggunakan alasan masa cutinya habis sehingga memberikan Susu formula pada anaknya. Sesi ini dibahas mengenai cara mendapatkan ASI perah dan cara penyimpanan ASI dalam berbagai keadaan.
9.           Menyusui Dan Gizi Ibu
Penting untuk diingat bahwa bukan kuantitas makanan yang harus diperhatikan pada ibu menyususi tetapi kualitas makanannya.
10.        Setelah Usia 6 Bulan
Banyak ibu yang mulai memberikan makan pada anaknya sebelum usia 6 bulan, padahal MP-ASI baru diberikan setelah anak berusia 6 bulan. Sesi ini memberi pembelajaran pada para ibu bahwa prinsip pemberian MP-ASI (Makanan Pendamping ASI) adalah teruskan pemberian ASI hingga 2 tahun, dengan prinsip pemberian makan semakin bertambah usia, tekstur semakin kasar, frekuensi semakin sering, jumlah semakin banyak dan jenis semakin beragam.7

2.9     Penyuluhan

Penyuluhan merupakan upaya perubahan perilaku manusia yang dilakukan melalui pendekatan edukatif. Pendekatan edukatif diartikan sebagai rangkaian kegiatan yang dilakukan secara sistematik, terencana, dan terarah dengan peran serta aktif individu maupun kelompok atau masyarakat, untuk memecahkan masalah masyarakat dengan memperhitungkan faktor sosial-ekonomi-budaya setempat. Dalam hal penyuluhan di masyarakat sebagai pendekatan edukatif untuk menghasilkan perilaku, maka terjadi proses komunikasi antar penyuluh dan masyarakat. Dari proses komunikasi ini ingin diciptakan masyarakat yang mempunyai sikap mental dan kemampuan untuk memecahkan masalah yang dihadapinya.
 Sesuai dengan pengertian yang dijelaskan tersebut, maka penyuluhan gizi adalah suatu pendekatan edukatif untuk menghasilkan perilaku individu atau masyarakat yang diperlukan dalam peningkatan dan mempertahankan gizi yang baik.
Dari pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang didasari oleh
pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan.
Menurut Rogers yang dikutip oleh Notoatmodjo (2003) menyatakan bahwa sebelum seseorang mengadopsi perilaku baru, di dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yaitu awareness (kesadaran), yakni orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui stimulus (objek) terlebih dahulu, interest (tertarik), yakni orang tersebut mulai tertarik kepada stimulus, evaluation (evaluasi), yakni orang tersebut mulai menimbang-nimbang baik dan tidaknya stimulus bagi dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi, trial (mencoba), yakni orang tersebut telah mulai mencoba perilaku baru, adoption (adopsi), yakni orang tersebut telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus.
Menurut Van deb Ban dan Hawkins yang dikutip oleh Lucie (2005), pilihan seorang agen penyuluhan terhadap suatu metode atau teknik penyuluhan sangat tergantung kepada tujuan khusus yang ingin dicapai.
Berdasarkan pendekatan sasaran yang ingin dicapai, penggolongan metode penyuluhan ada tiga, yaitu:
1.    Metode Berdasarkan Pendekatan Perorangan
Dalam metode ini, penyuluh berhubungan secara langsung maupun tidak langsung dengan sasarannya secara perorangan. Metode ini sangat efektif karena sasaran dapat secara langsung memecahkan masalahnya dengan bimbingan khusus dari penyuluh.
2. Metode Berdasarkan Pendekatan Kelompok
Dalam metode ini, penyuluh berhubungan dengan sasaran penyuluhan secara kelompok. Metode ini cukup efektif karena sasaran dibimbing dan diarahkan untuk melakukan suatu kegiatan yang lebih produktif atas dasar kerjasama. Dalam pendekatan kelompok ini dapat terjadi pertukaran informasi dan pertukaran pendapat serta pengalaman antara sasaran penyuluhan dalam kelompok yang bersangkutan. Selain itu, memungkinkan adanya umpan balik dan interaksi kelompok yang memberi kesempatan
bertukar pengalaman maupun pengaruh terhadap perilaku dan norma anggotanya.
3. Metode Berdasarkan Pendekatan Massa
Metode ini dapat menjangkau sasaran dengan jumlah banyak. Dipandang dari segi penyampaian informasi, metode ini cukup baik, namun terbatas hanya dapat menimbulkan kesadaran atau keingintahuan semata. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa metode pendekatan massa dapat mempercepat proses perubahan, tetapi jarang dapat mewujudkan perubahan dalam perilaku. Adapun yang termasuk dalam metode ini antara lain rapat umum, siaran radio, kampanye, pemutaran film, suart kabar, dan sebagainya.

2.10 Upaya Kesehatan

Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan yang dilakukan secara terpadu, terintregasi dan berkesinambungan untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dalam bentuk pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit, dan pemulihan kesehatan oleh pemerintah dan/atau masyarakat. Pelayanan kesehatan masyarakat terdiri dari :
a.        Pelayanan kesehatan promotif
       Pelayanan kesehatan promotif adalah suatu kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan pelayanan kesehatan yang lebih mengutamakan kegiatan yang bersifat promosi kesehatan. Promosi kesehatan adalah upaya meningkatkan kemampuan kesehatan masyarakat melalui pembelajaran dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat agar mereka dapat menolong dirinya sendiri, serta mampu berperan secara aktif dalam masyarakat sesuai sosial budaya setempat yang didukung oleh kebijakan public yang berwawasan. Kegiatan promotif dalam program gizi meliputi penyuluhan dan konseling tentang pemberian makanan bayi dan anak.
b.        Pelayanan kesehatan preventif
Pelayanan kesehatan preventif adalah suatu kegiatan pencegahan terhadap suatu masalah kesehatan/penyakit. Upaya preventif bertujuan untuk mencegah terjadinya penyakit dan gangguan kesehatan individu, keluarga, kelompok dan masyarakat.
Usaha-usaha yang dilakukan, yaitu :
a)        Pemeriksaan kesehatan secara berkala (balita, bumil, remaja, usila, dll) melalui posyandu, puskesmas, maupun kunjungan rumah.
b)        Pemberian Vitamin A, Yodium melalui posyandu, puskesmas, maupun dirumah.
c)         Pemeriksaan dan pemeliharaan kehamilan, nifas dan menyusui.
d)        Deteksi dini kasus dan faktor resiko (maternal, balita, penyakit).
e)        Imunisasi terhadap bayi dan anak balita serta ibu hamil

c.            Pelayanan kesehatan kuratif
Pelayanan kesehatan kuratif adalah suatu kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan pengobatan yang ditujukan untuk penyembuhan penyakit, pengurangan penderitaan akibat penyakit, pengendalian penyakit, atau pengendalian kecacatan agar kualitas penderita dapat terjaga seoptimal mungkin. Salah satu cara yang dapat dilakukan dalam meningkatkan status gizi pada balita adalah pemberian PMT untuk balita dibawah 2 tahun dengan status gizi kurang / buruk dan PMT Pemulihan untuk balita ( 6 – 59 bulan) dengan status gizi kurang / buruk yang mendapatkan perawatan.
d.            Pelayanan kesehatan rehabilitatif
Pelayanan kesehatan rehabilitatif adalah kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan untuk mengembalikan bekas penderita ke dalam masyarakat sehingga dapat berfungsi lagi sebagai anggota masyarakat yang berguna untuk dirinya dan masyarakat semaksimal mungkin sesuai dengan kemampuannya. Kegiatan yang dapat dilakukan adalah kunjungan rumah balita yang mendaptak PMT dan tindak lanjut kasus gizi buruk.

2.6 Jaminan Kesehatan Nasional
Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) merupakan bagian dari Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang diselenggarakan dengan menggunakan mekanisme asuransi kesehatan sosial yang bersifat wajib (mandatory) berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang SJSN dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan dasar kesehatan masyarakat yang layak yang diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh Pemerintah.
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial atau BPJS merupakan lembaga yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan sosial di Indonesia menurut Undang-undang Nomor 40 Tahun 2004 dan Undang-undang Nomor 24 Tahun 2011. Sesuai Undang-undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, BPJS merupakan badan hukum nirlaba. Dan Program BPJS Kesehatan 2014 ini akan mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2014.
Sistem Kesehatan Nasional adalah Pengelolaan kesehatan yang diselenggarakan oleh semua komponen bangsa Indonesia secara terpadu dan saling mendukung guna menjamin tercapainya derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Adapun sub Sistem SKN terdiri dari :
  1. upaya kesehatan;
  2. penelitian dan pengembangan kesehatan;
  3. pembiayaan kesehatan;
  4. sumber daya manusia kesehatan;
  5. sediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan;
  6. manajemen, informasi, dan regulasi kesehatan; dan pemberdayaan masyarakat
Pelaksanaan SKN ditekankan pada peningkatan perilaku dan kemandirian masyarakat, profesionalisme sumber daya manusia kesehatan, serta upaya promotif dan preventif tanpa mengesampingkan upaya kuratif dan rehabilitatif.
Pengaturan manfaat dalam JKN
UU 40/2004 pasal 22 :
  1. Manfaat jaminan kesehatan bersifat pelayanan perseorangan berupa pelayanan kesehatan yang mencakup pelayanan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif, termasuk obat dan bahan medis habis pakai yang diperlukan.
  2. Untuk jenis pelayanan yang dapat menimbulkan penyalahgunaan pelayanan, peserta dikenakan urun biaya.
Pengaturan Manfaat Jaminan Kesehatan Dalam Perpres Jaminan Kesehatan
Pasal 20
(1) Setiap Peserta berhak memperoleh Manfaat Jaminan Kesehatan yang bersifat pelayanan kesehatan perorangan, mencakup pelayanan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif termasuk pelayanan obat dan bahan medis habis pakai sesuai dengan kebutuhan medis yang diperlukan.
(2) Manfaat Jaminan Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas Manfaat medis dan Manfaat non medis.
(3) Manfaat medis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak terikat dengan besaran iuran yang dibayarkan.
(4) Manfaat non medis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi Manfaat akomodasi dan ambulans.
(5) Manfaat akomodasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditentukan berdasarkan skala besaran iuran yang dibayarkan.
(6) Ambulans sebagaimana dimaksud pada ayat (4) hanya diberikan untuk pasien rujukan dari Fasilitas Kesehatan dengan kondisi tertentu yang ditetapkan oleh BPJS Kesehatan
Pasal 21
(1) Manfaat pelayanan promotif dan preventif meliputi pemberian pelayanan:
          a. penyuluhan kesehatan perorangan;
          b. imunisasi dasar;
          c. keluarga berencana; dan
          d. skrining kesehatan.
(2)   Penyuluhan kesehatan perorangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi paling sedikit penyuluhan mengenai pengelolaan faktor risiko penyakit dan perilaku hidup bersih dan sehat.
(3)   Pelayanan imunisasi dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi Baccile Calmett Guerin (BCG), Difteri Pertusis Tetanus dan Hepatitis-B (DPTHB), Polio, dan Campak.
(4)   Pelayanan keluarga berencana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi konseling, kontrasepsi dasar, vasektomi dan tubektomi bekerja sama dengan lembaga yang membidangi keluarga berencana.
(5)   Vaksin untuk imunisasi dasar dan alat kontrasepsi dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) disediakan oleh Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah.
Pasal 22
(1)   Pelayanan kesehatan yang dijamin terdiri atas:
a. pelayanan kesehatan tingkat pertama, meliputi pelayanan kesehatan non spesialistik yang mencakup:
       1. administrasi pelayanan;
       2. pelayanan promotif dan preventif;
       3. pemeriksaan, pengobatan, dan konsultasi medis;
       4. tindakan medis non spesialistik, baik operatif maupun non operatif;
       5. pelayanan obat dan bahan medis habis pakai;
       6. transfusi darah sesuai dengan kebutuhan medis;
       7. pemeriksaan penunjang diagnostik laboratorium tingkat pratama; dan
       8. rawat inap tingkat pertama sesuai dengan indikasi.




















BAB III


3.1     Kerangka Teoritis

Secara garis besar penyebab anak kekurangan gizi disebabkan karena asupan makanan yang kurang atau anak sering sakit/terkena infeksi, atau disebabkan oleh banyak faktor lainnya seperti, tidak tersedianya makanan yang adekuat, dan anak tidak cukup mendapat makanan bergizi seimbang, serta pola asuh yang salah (IDAI, 2008).
Menurut Departemen Kesehatan (2005) gizi buruk di pengaruhi oleh banyak faktor yang saling terkait, secara langsung gizi buruk dipengaruhi oleh tiga faktor penyebab yaitu, anak tidak cukup mendapatkan makanan bergizi seimbang, anak tidak mendapatkan asuhan gizi yang memadai, dan anak menderita penyakit infeksi.
1. Anak tidak cukup mendapat makanan yang bergizi seimbang
Bayi dan anak balita tidak mendapatkan makanan yang bergizi seperti ASI (Air Susu Ibu) ekslusif, dan setelah 6 bulan anak anak tidak mendapat makanan pendamping ASI (MP-ASI) yang tepat. Pada keluarga dengan tingkat pendidikan rendah seringkali anak mendapatkan makanan seadanya karena faktor ketidak tahuan dan ketidak mampuan.
2. Anak tidak mendapatkan asuhan gizi yang memadai
Pola pengasuhan anak berpengaruh pada timbulnya gizi buruk. Pengetahuan orang tua yang kurang tentang pola asuh anak sehingga asupan gizi yang cukup tidak terpenuhi. Salah satu contohnya adalah anak yang tidak diasuh oleh ibunya sendiri, pengasuh kurang mengerti pentingnya makanan bergizi sehingga anak tidak mendapat gizi yang cukup.
3. Anak menderita penyakit infeksi
Terjadi hubungan timbal balik antara kejadian penyakit infeksi dan gizi buruk. Anak yang menderita gizi buruk akan mengalami penurunan daya tahan, sehingga anak mudah terkena penyakit infeksi. Demikian juga anak yang menderita infeksi akan cenderung menderita gizi buruk.
Gambar 3.1 Gizi Menurut Daur Kehidupan




Gambar 3‑2. Penyebab Kurang Gizi menurut UNICEF





3.2     Kerangka Pikir

Upaya pencegahan gizi buruk meliputi rencana jangka pendek untuk tanggap darurat dengan menerapkan prosedur tatalaksana penanggulangan gizi buruk, kemudian rencana jangka panjang untuk tahap pencegahan terhadap peningkatan status melalui koordinasi lintas program, lintas sektor, penyuluhan gizi dan kesehatan terutama pada rekomendasi pola makan bayi dan balita menurut WHO.
Kegiatan yang dilakukan di puskesmas Melong Asih secara langsung dan tidak langsung yang mencakup bebagai  tahapan tersebut adalah :

Gambar 3.3  Penanganan Kurang Gizi
Di Puskesmas Melong Asih


Gambar 3.4 Kegiatan Penanganan Kurang Gizi
Di Puskesmas Melong Asih



BAB IV

4.1     Profil Puskesmas Melong Asih

4.1.1 Gambaran Umum Wilayah Kerja Puskesmas Melong Asih
Puskesmas sebagai unit pelaksana teknis Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya guna mendukung tercapainya tujuan pembangunan kesehatan nasional yaitu meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang sehingga terwujud derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Dalam menyelenggarakan pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya, puskesmas memiliki 4 fungsi pokok, yaitu sebagai pusat pembangunan wilayah berwawasan kesehatan, pusat pemberdayaan masyarakat, pusat pelayanan kesehatan masyarakat primer, dan pusat pelayanan kesehatan perorangan primer.
Dalam menjalankan fungsinya, puskesmas melakukan berbagai macam upaya kesehatan, diantaranya upaya preventif, promotif, kuratif dan rehabilitatif. Mengingat pentingnya fungsi dari puskesmas, maka puskesmas dituntut untuk bekerja secara optimal sesuai dengan tugas-tugas yang sudah ditentukan.
Dalam melaksanakan tugasnya puskesmas harus bekerja dengan optimal dan penuh tanggung jawab. Salah satu bentuk pertanggungjawaban dari puskesmas terhadap telah dilaksanakannya penyelenggaraan upaya kesehatan adalah berupaya penyajian data dan informasi sebagai bentuk pertanggungjawaban puskesmas.
Puskesmas Melong Asih terletak di Jl. Melong Raya No.1, di RW 31 Kelurahan Melong yang berada dalam wilayah kecamatan Cimahi Selatan, Telp. (022) 6023833 Cimahi 40534. Kelurahan Melong memiliki luas wilayah 313.060 Ha. Terletak pada ketinggian 500 s/d 700 m diatas permukaan laut. Kelurahan Melong terdiri atas 36 RW (Rukun Warga) dan 191 RT ( Rukun Tetangga), secara geografis Kelurahan Melong terdiri dari lahan pemukiman 242.244 Ha, lahan kuburan 0.336 Ha, lahan perkantoran 0.080 Ha, luas sarana umum lainnya 70.815,588 Ha dan selebihnya merupakan lahan pekarangan dan taman.
Dikarenakan beratnya beban kerja di wilayah kelurahan melong, atas usulan Dinas Kesehatan Kota Cimahi maka pemerintah kota Cimahi membangun 1 (satu) buah lagi puskesmas yang terletak di sebelah barat puskesmas Melong Asih, yang dinamakan Puskesmas Melong Tengah yang telah resmi beroperasi sejak bulan April 2011. Dengan demikian wilayah kerja Puskesmas Melong Asih yang sebelumnya meliputi 1 (satu) Kelurahan Melong atau 36 RW/191 RT, kini hanya meliputi 20 RW dan 108 RT di Kelurahan Melong, yaitu terdiri dari RW 06, RW 07, RW 09, RW 10, RW 11, RW 12, RW 13, RW 14, RW 15, Rw 16, RW 17, Rw 19, RW 20, RW 22, RW 26,RW 27,
 RW 31, RW 33 dan RW 34. Dengan luas wilayah saat ini adalah 181,42 Ha.  Batas-batas wilayah kerja Puskesmas Melong Asih yaitu sebagai berikut :
Sebelah Utara              : Kelurahan Cibeureum (Kota Cimahi)
Sebelah Timur              : Kelurahan Cijerah (Kota Bandung)
Sebelah Selatan           : Desa Marga Asih ( Kab. Bandung)
Sebelah Barat              : Wilayah Kerja Puskesmas Melong Tengah
Gambar 4.1
Peta Wilayah PKM Melong Asih

4.1.2   Visi, Misi dan Motto Puskesmas Melong Asih

Pembangunan yang dilaksanakan di wilayah kerja puskesmas pada dasarnya bermuara pada peningkatan nilai Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang terdiri 3 komponen yaitu : kesehatan, pendidikan, dan daya beli masyarakat. Untuk mencapai tujuan pembangunan tersebut khususnya komponen kesehatan, Puskesmas Melong Asih menetapkan Visi, Misi dan Motto sebagai berikut :
1.   Visi
Visi Pembangunan Kesehatan di Wilayah Kerja Puskesmas Melong Asih hingga saat ini : Puskesmas Melong Asih Mewujudkan Masyarakat Melong Siaga Untuk Mandiri Hidup Sehat Guna Mendukung Kota Cimahi Sehat “.
2.   Misi
Untuk mencapai visi tersebut, telah disusun Misi dari Puskesmas Melong Asih, adalah :
a.    Mengembangkan Kualitas RW Siaga sebagai upaya mendorong kemandirian masyarakat untuk hidup sehat
b.    Meningkatkan kemitraan dengan berbagai pihak
c.    Memberikan pelayanan kesehatan berkualitas, merata dan terjangkau.



3.   Motto
Dalam melaksanakan Pelayanan Puskesmas Melong Asih mempunyai Motto yaitu “ Puskesmas Melong Asih IKHLAS dalam pelayanan
I : Inovatif
K : Kerja sama
H : Harmoni
L : Loyal
A : Aman
S : Senyum, Salam, Sapa

4.1.3   Data Demografi

a.   Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin

Tabel 4.1 Data Jumlah Penduduk di Wilayah Kerja Puskesmas Melong Asih Tahun 2013
Pengelompokkan
Jumlah Jiwa
Laki – Laki
Perempuan
19062
20527
Jumlah
39589

Sumber : Profil Puskesmas Melong Asih, 2012

Jumlah penduduk Melong Asih dapat berubah-ubah dengan cepat, hal ini dipengaruhi oleh tingginya mobilitas / perpindahan penduduk yang tinggal di wilayah kerja Puskesmas Melong Asih, perpindahan penduduk bisa terjadi antar RW ataupun antar kelurahan.
b.   Jumlah RW
Tabel 4.2 Jumlah Penduduk dan Komposisi Penduduk di Puskesmas Melong Asih Tahun 2013
No
RW
Jumlah KK
Jumlah Penduduk
1
6
1505
5763
2
7
833
3311
3
9
590
2268
4
10
238
787
5
11
459
2259
6
12
357
1507
7
13
296
1024
8
14
550
2065
9
15
331
782
10
16
474
1663
11
17
374
1369
12
19
424
1486
13
20
271
950
14
22
780
2829
15
26
528
1908
16
27
282
1120
17
31
291
1082
18
32
127
449
19
33
312
1071
20
34
421
1704

Jumlah
9383
35397

Sumber : Profil Puskesmas Melong Asih, 2013
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa jumlah penduduk terbanyak terdapat di RW 6 dan yang paling sedikit penduduknya adalah RW 32.
c.    Sasaran Jumlah Bumil, Bayi, Balita, Anak Sekolah dan Lansia

Tabel 4.3 Data Jumlah Penduduk Kelompok Rentan di Wilayah Kerja Puskesmas Melong Asih Tahun 2012
Bumil
Bulin
Neo Resti
Bayi
Balita
Lansia
887
847
161
807
2760
752
                   Sumber : Profil Puskesmas Melong Asih, 2013
Bumil, Bulin, neonatus, bayi, balita dan usia lanjut merupakan kelompok sasaran yang memerlukan penanganan  khusus dan merupakan modal dasar dalam penyusunan arah kebijakan program pembangunan kesehatan di Kota Cimahi sehingga harus diketahui berapa besar komposisi rasio penduduk rentan tersebut. Dari tabel di atas dapat kita lihat bahwa jumlah penduduk rentan di Wilayah Kerja Puskesmas Melong Asih terbanyak merupakan kelompok Balita.


4.1.4   Data Kesehatan

a.   Jumlah Kepegawaian
Tabel 4.4 Data Jumlah Kepegawaian di Wilayah Kerja Puskesmas Melong Asih Tahun 2013
No
Jenis Tenaga Kesehatan
Jumlah
1
Dokter Umum
4
2
Dokter Gigi
1
3
Bidan
4
4
Perawat
4
5
Perawat Gigi
1
6
Petugas Gizi
1
7
Petugas Kesling
1
8
Petugas Laboratorium
1
9
Petugas Tata Usaha
2
10
Petugas Apoteker
2
11
Cleaning Service
1
12
Penjaga Malam
1

Jumlah
23

                Sumber : Profil Puskesmas Melong Asih, 2013
b.   Sarana Pelayanan Kesehatan
Sarana yang dimiliki oleh Puskesmas Melong Asih dalam melaksanakan tugas dan fungsinya dengan luas tanah 4006,181 m adalah meliputi 4 bangunan terdiri dari bangunan induk Puskesmas dan 3 buah rumah dinas, 2 diantara rumah dinas ditempati oleh kepala Puskesmas dan Bidan Puskesmas, sedangkan 1 rumah dinas tidak ditempati, melainkan digunakan sebagai tempat pelayanan KIA-KB.

Tabel 4.5 Sarana dan Prasarana Puskesmas Melong Asih
Sarana / Prasarana
Jumlah
Bangunan Puskesmas Induk
1
Rumah dinas
3
Kendaraan dinas roda dua
3
Ambulance
1
Sumber : Profil Puskesmas Melong Asih, 2013

4.1.5   Kebijakan dan Program Puskesmas Melong Asih

Tujuan dari pelaksanaan program adalah untuk mendulang tercapainya tujuan pembangunan kesehatan nasional yakni meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang yang bertempat tinggal di wilayah kerja puskesmas agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal.
Kebijakan dalam pelaksanaan program di Puskesmas Melong Asih adalah mengacu kepada kebijakan dasar puskesmas dan beban pelayanan yang diberikan oleh Dinas Kesehatan Kota Cimahi sebagai sarana pelayanan kesehatan strata pertama dimana puskesmas melaksanakan upaya kesehatan wajib dan upaya kesehatan pengembangan serta pelayanan penunjang.
a.   Program Pelayanan Kesehatan Wajib, yaitu :
1.    Program Promosi Kesehatan
Meliputi kegiatan penyebarluasan informasi kesehatan kepada masyarakat dalam wilayah binaan Puskesmas Melong Asih melalui kegiatan :
a)    Penyuluhan perorangan dan kelompok di dalam dan di luar gedung puskesmas
b)   Pengkajian dan pembinaan PHBS di tatanan rumah tangga, tempat-tempat umum dan institusi pendidikan
c)    Pembinaan UKBM seperti posyandu, posbindu
d)   Pembinaan RW siaga
e)    Melaksanakan Kunjungan Rumah
f)     Melakukan Konseling Kesehatan
g)   Penyebarluasan leaflet-leaflet
h)   Pemasangan spanduk
2.    Program Kesehatan Lingkungan
a.    Pengawasan rumah sehat, sarana air bersih, jamban, SPAL, tempat-tempat umum, tempat pengolahan makanan, dan industri
b.    Klinik Sanitasi
3.    Program Kesehatan Ibu dan Anak (KIA / KB)
a.    Pemeriksaan Kehamilan
b.    Pelayanan Akseptor KB
c.    Pemeriksaan Pertumbuhan dan Perkembangan Anak
d.    Konseling Ibu Hamil dan Ibu Menyusui
e.    Pelaksanaan kelas ibu
f.     Kunjungan Rumah Bumil Resti
g.    Penyuluhan Kesehatan Ibu dan Anak
h.    Pendataan Bumil
4.    Program Perbaikan Gizi Masyarakat
a.    Pemberian Vitamin A pada bayi dan balita
b.    Pemberian Fe / Zat besi pada ibu hamil
c.    Pemberian Makanan Tambahan pada kasus gizi kurang / buruk
d.    Konseling Gizi
e.    Kunjungan Rumah Kasus gizi Buruk
f.     Pelaksanaan PMT Penyuluhan di Posyandu
g.    Pelaksanaan KP - ASI.
5.    Program Pencegahan dan Pemberantas Penyakit Menular
a.    Surveilans Puskesmas Terpadu
b.    Pengendalian penyakit menular seperti TB, Diare, ISPA/Pneumonia, DBD, HIV/AIDS.
c.    Imunisasi dasar dan lanjutan
6.    Program Pengobatan
a.    Pengobatan Umum
b.    Pengobatan Gigi
c.    Rujukan
d.    Labolaturium.

b.   Program Pengembangan
1.    Program Kesehatan Indera (Mata dan THT)
2.    Program Kesehatan Olah Raga
3.    Program Kesehatan Sekolah
4.    Program Kesehatan Gigi Sekolah
5.    Program Kesehatan Jiwa
6.    Program Kesehatan Tradisional
7.    Program Kesehatan Usia Lanjut
8.    Program Kesehatan Kerja

4.2     Kelompok Pendukung ASI ( KP-ASI )

Air Susu Ibu (ASI) adalah makanan terbaik dan alamiah untuk bayi. Menyusui merupakan suatu proses alamiah, namun sering ibu-ibu tidak berhasil menyusui atau menghentikan menyusu lebih dini dari yang semestinya. Oleh karena itu ibu-ibu memerlukan bantuan agar proses menyusui berhasil. Banyak alasan yang dikemukakan ibu-ibu antara lain, ibu merasa bahwa ASI-nya tidak cukup, atau ASI tidak keluar pada hari-hari pertama kelahiran bayi. Sesungguhnya hal itu tidak disebabkan karena ibu tidak memproduksi ASI yang cukup, melainkan karena ibu tidak percaya diri bahwa ASI-nya  cukup untuk bayinya. Disamping informasi tentang cara-cara menyusui yang baik dan benar belum menjangkau sebagian besar ibu-ibu.
Kurangnya pengetahuan dan keterampilan masyarakat tentang keunggulan ASI dan manfaat menyusui menyebabkan mereka mudah terpengaruh oleh promosi susu formula yang sering dinyatakan sebagai pengganti ASI (PASI), sehingga dewasa ini semakin banyak ibu bersalin memberikan susu botol yang sebenarnya merugikan mereka. Untuk itu perlu meningkatkan cakupan ASI Ekslusif dibentuk Kelompok Pendukung Ibu (KP-ibu).
Kelompok Pendukung Ibu (KP-ibu) adalah suatu kegiatan berbasis masyarakat dimana 8 – 10 orang ibu hamil dan ibu bayi 0-6 bulan berkumpul secara rutin 2 minggu sekali untuk berbagi pengalaman, ide, dan informasi berkaitan dengan kehamilan, melahirkan dan menyusui dalam suasana saling mendukung dan saling percaya yang dipandu oleh motivator dengan tujuan mendukung ibu agar sukses memberikan ASI Eksklusif 6 bulan.
KP ASI mulai dibentuk tahun 2011 bulan April di 15 kelurahan di kota Cimahi. Di kelurahan Melong Asih, KP-ASI di cobakan dibentuk di RW 6, dengan pertimbangan jumlah ibu hamil dan menyusui lebih dari 10 orang seperti terlihat pada tabel data penduduk di RW 6 berikut :
Tabel 4.6

Keadaan Penduduk di Rw 06 Di Kelurahan Melong Asih
Keadaan penduduk
Jumlah
Kepala Keluarga
1259
Penduduk
4790
RT
7
Ibu Hamil
29
Jumlah Bayi
69
Jumlah Balita
286
Posyandu
2
KP-ASI
1
Sumber Data : Puskesmas Melong Asih Tahun 2012

4.2.1    Proses Pembentukan dan Kegiatan KP-ASI

Seperti halnya Pos Gizi, pembentukan KP-ASI dan kegiatan pemberdayaan masyarakat lainnya melewati tahapan-tahapan yang harus dilakukan. Tahapan kegiatan dalam KP-ASI adalah :
1.            Sosialisasi Tingkat kelurahan di Kelurahan Melong Asih
Pada tanggal 7 Juli 2012, dilakukan kegiatan sosialisasi yang merupakan kegiatan lintas sektor dan lintas program dengan turut mengundang Bapak Lurah Kelurahan Melong Asih dan aparat yang terkait, Bapak RW setempat dan aparat setempat, Kepala Puskesmas dan Dokter koordinator, Ketua PKK Kelurahan, Kader PKK, Kader Posyandu, TOMA, TOGA, LSM/LPM, dan calon peserta yaitu Ibu Hamil atau Ibu yang punya bayi 0-6 bulan dan lainnya.
Tujuan dari sosialisasi adalah penentuan lokasi dan penggalangan dukungan dari aparat hingga masyarakat setempat.
2.            Seleksi Motivator KP-ASI
Acara sosialisasi dilanjutkan dengan seleksi motivator yang bertujuan menyeleksi para peserta yang berminat untuk menjadi motivator KP-ASI ( ibu hamil, ibu yang punya bayi 0-6 bulan dan ibu kader ). Jumlah motivator yang akan dilatih sebanyak 5 orang.
3.            Pelatihan Motivator KP-ASI
Pelatihan Motivator dilaksanakan selama 4 hari dengan waktu yang terbatas mengingat peserta adalah para ibu hamil dan menyusui yang tidak memiliki banyak waktu luang. Kegiatan dilakukan dengan metode pembelajaran orang dewasa, dipandu oleh 5 pembina motivator yang merupakan petugas gizi kecamatan Cimahi Selatan.
Kegiatan ini dilakukan di Aula Puskesmas Cimahi selatan tanggal 9 Juli 2012.

4.            Pertemuan KP-ASI dilaksanakan 10x pertemuan
-               Tahun 201: Bulan Agustus – Desember 2012
-               Tahun 201: Bulan April - Oktober 2013
-               Tahun 2014  : Bulan Juni - Oktober 2014
-                
Gambar 4.2
Cakupan ASI Eksklusif di Kelurahan Melong Asih

Pada Grafik Cakupan ASI Eksklusif di Kelurahan Melong Asih menunjukkan pada tahun 2011 mencapai 71.7% namun mengalami penurunan pada tahun 2012 menjadi 63.99% dan mengalami peningkatan kembali di tahun 2013 menjadi 67.2 %.





4.3     Penyuluhan PMT dan Konseling ASI dan MP ASI

Pengetahuan orang tua yang kurang tentang pola asuh anak sehingga asupan gizi yang cukup tidak terpenuhi. Salah satu contohnya adalah anak yang tidak diasuh oleh ibunya sendiri, pengasuh kurang mengerti pentingnya makanan bergizi sehingga anak tidak mendapat gizi yang cukup sehingga perlu adanya suatu pendekatan edukatif untuk menghasilkan perilaku individu atau masyarakat yang diperlukan dalam peningkatan dan mempertahankan gizi yang baik.
Salah satu kegiatan promotif yang dapat dilaksanakan untuk meningkatkan cakupan pemberian ASI Ekslusif dan menurunkan angka cakupan balita gizi buruk adalah penyuluhan PMT (Pemberian Makanan Tambahan) dan konseling ASI dan MP ASI (Makanan Pendamping ASI) dengan sasaran ibu balita, pengasuh anak / balita, serta keluarga yang mengantar anak ke posyandu. Penyuluhan dan konseling dilaksanakan sesuai dengan jadwal posyandu.

4.4     Pemberian PMT untuk balita dengan status gizi kurang / buruk

Secara umum pemberian makanan tambahan bertujuan untuk memperbaiki keadaan gizi pada anak golongan rawan gizi yang menderita kurang gizi, dan diberikan dengan kriteria anak balita yang tiga kali berturut-turut tidak naik timbangannya serta yang berat badannya pada KMS terletak dibawah garis merah. Pemberian makanan tambahan juga memiliki tujuan untuk menambah energi dan zat gizi esensial. Sedangkan tujuan pemberian makanan tambahan (PMT) pemulihan pada bayi dan balita gizi buruk, antara untuk memberikan makanan tinggi energi, tinggi protein, dan cukup vitamin mineral secara bertahap, guna mencapai status gizi yang optimal.

Tabel 4.8 Jumlah Balita dengan status gizi kurang / buruk
yang mendapatkan PMT (Pemberian Makanan Tambahan)
di wilayah PKM Melong Asih
JUMLAH BALITA PENERIMA PMT
2011
2012
2013
N
T
N
T
N
T
4
1
7
1
11
7
5
8
18

          Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa ada peningkatan status gizi anak setelah diberikan PMT selama 90 hari.

4.5     Kunjungan Rumah untuk balita penerima PMT

Home visit merupakan interaksi yang dilakukan dirumah untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan individu atau keluarga. Tujuan kunjungan rumah adalah meningkatkan sistem pendukung yang ada agar efektif dan adekuat sebagai upaya pencapaian kesehatan keluarga, meningkatkan efektivitas pelayanan kesehatan pada keluarga, khususnya keluarga dengan masalah kesehatan yang spesifik ataupun ketidakmampuan, optimalisasi perkembangan kesehatan keluarga dan pendidikan kesehatan terhadap pemeliharaan dan pencegahan penyakit, meningkatkan kekuatan fungsi dan hubungan keluarga.
 Kunjungan rumah balita yang mendapatka PMT dan tindak lanjut kasus gizi buruk merupakan salah satu bentuk pelayanan kesehatan rehabilitatif untuk mencegah balita kembali mengalami penurunan status gizi.


4.6     Status gizi

Tabel 4.9

Status Gizi dari 2011-2013 Di Wilayah PKM Melong Asih
Tahun
Status Gizi BB/U
Gizi Lebih
Gizi Baik
Gizi Kurang
Gizi Buruk
Jumlah Balita
N
%
N
%
N
%
N
%
N
%
2011
301
10%
2449
79%
294
9%
55
2%
3099
100%
2012
425
15%
2062
72.8%
250
8.8%
94
2.4%
2833
100%
2013
101
3%
2549
86%
291
10%
21
1%
2962
100%

Pada Tabel 4.9 menunjukan status gizi bayi dan balita di kelurahan Melong Asih tiap tahunnya ada perubahan. Pada status gizi kurang menunjukkan ada peningkatan, pada tahun 2011 berjumlah 294 anak, menurun di tahun 2012 berjumlah 250 anak dan meningkat kembali tahun 2013 berjumlah 291 anak. Adapun hasil status gizi buruk di tahun 2011 berjumlah 55 anak, meningkat pada tahun 2012 menjadi 94 anak, tahun 2013 menurun menjadi 21 anak.
Dengan adanya penurunan status gizi balita kurang gizi di tiap tahunnya menunjukkan dampak dari kegiatan Penyuluhan PMT, Konseling ASI dan MP ASI, KP- ASI, Pemberian PMT dan Kunjungan Balita sangat baik sekali dalam mendukung program kesehatan baik secara promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Upaya ini sangat sesuai dengan Program Jaminan Kesehatan Nasional di tahun 2014, yang memprioritaskan lebih ke upaya meningkatkan derajat kesehatan manusia yang setinggi tingginya dalam upaya kesehatan dan pencegahan penyakit.

BAB V

5.1     Kesimpulan

Dari hasil kegiatan yang telah dilakukan selama tahun 2011 sampai dengan 2013, didapat kesimpulan sebagai berikut :
a.    Angka Balita Gizi buruk di wilayah PKM Melong Asih mengalami penurunan setelah ada kegiatan Penyuluhan PMT dan pemberian PMT yaitu pada tahun 2012 menjadi 94 anak, tahun 2013 menurun menjadi 21 anak.
b.    Kegiatan KP ASI dan konseling ASI – MP ASI di posyandu berdampak positif pada jumlah cakupan ASI Esklusif di Kelurahan Melong Asih dilihat dari angka cakupan ASI Ekslusif tahun 2012 yaitu 63.99 % meningkat menjadi 67.2%.

5.2     Rekomendasi

a.          Kegiatan penyuluhan PMT dan Konseling ASI – MP ASI dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan Puskesmas selain nutrisionis yang bertugas sebagai pembina posyandu sehingga penyuluhan dan konseling ASI – MP ASI dapat lebih rutin dilaksanakan.
b.          Kegiatan Kelompok Pendukung ASI agar bisa dijalankan di semua RW yang ada di Kelurahan Melong Asih karena terbukti bisa menaikkan cakupan ASI Eksklusif dan sebagai pencegahan awal terjadinya balita kurang gizi.
c.          Pemberian PMT sebaiknya diberikan selain untuk balita dengan status gizi buruk juga diberikan kepada balita dengan status gizi kurang. Hal ini untuk mencegah penurunan status gizi balita kurang menjadi balita dengan status gizi buruk.
d.          Kunjungan rumah balita yang mendapatkan PMT dan tindak lanjut kasus gizi buruk perlu dilakukan sebagai tindak lanjut dari pemberian PMT.






















DAFTAR PUSTAKA

1.    Departemen Kesehatan RI, Pelatihan Konseling Menyusui, Jakarta 2011.
2.    Departemen Kesehatan RI. 2000. Pedoman Tatalaksana Kurang Energi Protein pada anak di Puskesmas dan di Rumah Tangga. Jakarta
3.    Esterida,Masnur  dkk. 2008. 10 Topik Umum Diksusi Kelompok Ibu, Mercy Corps, Jakarta.
4.    Indonesia, UNDP. 2009. Millenium Development Goals. www.undp.com. [Online] 2009.
5.    Peraturan Pemerintah RI, 2012. Pemberian Air Susu Ibu, Jakarta.
6.    Solekhah, Seni. 2011. Hasil Laporan Tahunan Gizi Tahun 2011, Cimahi.
7.    Solekhah, Seni. 2012. Hasil Laporan Tahunan Gizi Tahun 2012, Cimahi.
8.    Solekhah, Seni. 2013. Hasil Laporan Tahunan Gizi Tahun 2013, Cimahi.
9.    Solekhah, Seni. 2011. Hasil BPB Kelurahan Melong Asih Tahun 2011, Cimahi.
10. Solekhah, Seni. 2012. Hasil BPB Kelurahan Melong Asih Tahun 2012, Cimahi.
11. Solekhah, Seni. 2013. Hasil BPB Kelurahan Melong Asih Tahun 2013, Cimahi.
12. WHO. 2009. Pengertian ASI menurut WHO Translate.
13. Pengetahuanumum/net/indonesia/.../jaminan-kesehatan-nasional-jkn/
15. www.jkn.kemkes.go.id



Komentar

Postingan Populer